Logo Bloomberg Technoz

Hasil kajian Mandiri Spending Indeks (MSI) November mencatat, indeks tabungan masyarakat menengah-bawah terus tertekan bahkan anjlok ke level terendah dalam hampir dua tahun terakhir. Indeksnya kini ada di 47,4, sudah turun setidaknya 53% dibandingkan 2022 lalu. 

Secara umum, tingkat konsumsi masyarakat memang masih terjaga walau terlihat ada tekanan daya beli seperti terlihat dari konsistensi penurunan inflasi inti hingga di bawah 2% Oktober lalu. 

Namun, terlihat ada penurunan nilai tabungan masyarakat kelompok bawah dengan saldo di bawah Rp1 juta. Tren penurunan itu terjadi sejak awal 2022 hingga saat ini terutama pasca Lebaran lalu yaitu April. Karena tabungan terus terpakai, akhirnya kemampuan belanja atau konsumsi lama-lama bisa terkikis.

Ilustrasi Kemiskinan. (Dimas Ardian/Bloomberg)

Data itu sejalan dengan hasil Survei Konsumen terakhir yang dilansir Bank Indonesia (BI) awal bulan ini. Hampir semua kelompok pengeluaran mencatat penurunan alokasi pendapatan untuk konsumsi di mana mereka yang memiliki pengeluaran Rp1 juta hingga Rp2 juta mencatat penurunan terdalam hingga 1,4%. 

Indeks Penghasilan Saat Ini yang memotret persepsi konsumen atas kondisi penghasilan saat ini dibandingkan enam bulan lalu, tercatat turun 1,2 poin, penurunan dalam tiga bulan berturut-turut. 

Tidak mengagetkan bila kinerja penjualan ritel pun ikut terseret di mana pada September lalu terkontraksi atau tumbuh negatif 1,5% month-to-month. Meski Indeks Penjualan Riil pada Oktober tercatat positif 1,8% year-on-year, namun dibandingkan Oktober 2022 angkanya jauh lebih kecil. Pada periode yang sama tahun lalu pertumbuhannya masih 3,6%.

Sibuk kampanye

Tekanan daya beli dan fenomena 'mantab' itu berlangsung di tengah belanja pemerintah yang masih rendah. Anggaran pemerintah pusat, misalnya, sejauh ini baru terserap 74% sedangkan anggaran pemerintah daerah malah baru terserap 64%.

Belanja pemerintah krusial karena pengaruhnya cukup besar terhadap konsumsi rumah tangga dan investasi. Semakin lembam laju belanja pemerintah, pertumbuhan ekonomi bisa ikut terseret rendah.

Untuk mengatrol daya beli masyarakat, pemerintah memang telah merilis berbagai paket kebijakan dari mulai insentif pajak hingga paket bansos aneka rupa.

Capres-Cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, keduanya merupakan pejabat aktif di pemerintahan Foto: Youtube/Kemenangan Indonesia Maju

Paket kebijakan selain berupa bansos beras senilai Rp18,57 triliun dan bantuan langsung tunai mengatasi dampak El Nino senilai Rp7,52 triliun, pemerintah juga mengguyur insentif untuk sektor properti dengan perkiraan memakan anggaran Rp3,2 triliun.

Pemerintah memperkirakan, paket-paket kebijakan itu bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi 2023 menjadi 5,1% dan 5,2% pada 2024. Di mana apabila tidak ada insentif, perekonomian RI kemungkinan hanya tumbuh 5,04% tahun ini dan 5,08% tahun 2024.

Namun, ketersediaan anggaran belanja itu tidak banyak berpengaruh pada perekonomian bila realisasi atau penyerapannya lemah. 

Indikator-indikator terbaru APBN masih menunjukkan pelemahan, kekhawatiran kami adalah perlambatan ekonomi mungkin akan terus berlanjut pada kuartal I-2024 dan kuartal II-2024.

Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas

"Indikator-indikator terbaru APBN masih menunjukkan pelemahan, kekhawatiran kami adalah perlambatan ekonomi mungkin akan terus berlanjut pada kuartal I-2024 dan kuartal II-2024," kata Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro, dalam catatan yang dilansir beberapa waktu lalu.

Ada indikasi belanja kementerian yang masih lambat hanya tumbuh 1,9% dibanding tahun lalu, akibat lemahnya realisasi belanja peralatan dan program bantuan sosial, yang  turun sebesar 6,2% dan 10%. 

Kementerian Sosial, sebagai kementerian yang bertanggung jawab atas dana bantuan sosial dan stimulus bagi masyarakat berpenghasilan rendah malah mencatat penurunan realisasi anggaran hingga 23,6% yakni Rp52,3 triliun pada tahun ini, dibandingkan Rp79 triliun pada periode yang sama tahun lalu. 

Menurut penilaian ekonom, rendahnya penyerapan belanja Kementerian terpengaruh oleh kebijakan politik jelang Pemilu dan Pilpres 2024.

"Meskipun pasar mengharapkan pasokan uang yang lebih tinggi dari pemilu, pada kenyataannya peningkatan ketegangan politik mungkin membuat para pejabat enggan mempercepat proyek mereka. Di tingkat provinsi, proses transisi sulit dilakukan bagi pemimpin daerah baru yang sebagian besar adalah para profesional yang ditunjuk oleh pemerintah pusat. Sampai Oktober 2023, realisasi transfer daerah dan dana desa turun 1,6%, terseret oleh lesunya pencairan dana khusus daerah, dana bagi hasil, dan dana otonomi khusus," jelas Satria.

Sebagai gambaran, sedikitnya ada 10 Pelaksana Jabatan (pj) Gubernur yang dilantik oleh Jokowi menggantikan masa jabatan gubernur sebelumnya. Kesepuluh itu tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Bali, Papua, NTT, NTB, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.

Sementara dalam kontestasi Pilpres, tiga orang dari enam nama pasangan calon merupakan pejabat eksekutif pemerintah aktif yaitu Prabowo Subianto yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan, lalu Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM Mahfud MD juga Gibran Rakabuming yang masih tercatat sebagai Walikota Solo. 

Sementara satu orang adalah pejabat di legistlatif yaitu Muhaimin Iskandar yang masih tercatat sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI).

(rui)

No more pages