"Meskipun pasar mengharapkan pasokan uang yang lebih tinggi dari Pemilu untuk meningkatkan PDB (produk domestik bruto), kenyataannya ketegangan politik yang meningkat mungkin membuat para pejabat di pemerintah pusat dan daerah enggan untuk mempercepat proyek-proyek mereka," ujar Satria dalam laporan hasil riset Bahana Sekuritas, dikutip Kamis (30/11/2023).
Menurut dia, dengan banyaknya menteri yang berasal dari latar belakang partai politik, momentum Pemilu menjadi pengalih perhatian. Pasalnya, banyak pejabat yang justru fokus untuk mengoordinasikan dan mengkonsolidasikan basis politik mereka menjelang Pemilu Legislatif yang akan berlangsung pada Februari 2024.
Tak hanya itu, banyak pejabat pemerintah pusat kini juga terlibat dalam permasalahan hukum. Menurut dia, kasus korupsi juga dapat memperlambat realisasi negara proyek, dan pada saat yang sama menghambat pencairan dana untuk proyek lain.
Di tingkat provinsi, lanjut Satria, proses transisi sulit dilakukan oleh para pemimpin daerah baru yang sebagian besar adalah para profesional yang ditunjuk oleh pemerintah pusat. Seperti diketahui, akibat peraturan baru, provinsi dan kota di Indonesia kini dipimpin oleh gubernur dan walikota sementara hingga Pilkada pada November 2024.
Pada Oktober 2023, realisasi transfer daerah dan dana desa turun 1,6% YoY. Dalam kategori itu, realisasi dana alokasi khusus (DAK) fisik merosot 8,5% YoY, dana bagi hasil menyusut 11,4%, dan dana otonomi khusus anjlok hingga 24,9%.
Ekonomi Diproyeksi Kembali Tumbuh Melambat
Pertumbuhan ekonomi kuartal III 2023 turun ke level 4,9% atau berada di bawah 5,0% untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir selama bertahun-tahun. Dari sisi pendapatan, APBN juga mencatat pertumbuhan negatif selama beberapa kuartal berturut-turut, yakni pendapatan dari pajak pertambahan nilai (PPN), ini merupakan sinyal melambatnya kegiatan perekonomian dalam negeri.
"Dengan indikator APBN yang masih menunjukkan pelemahan, kekhawatiran kami adalah perlambatan ekonomi mungkin akan berlanjut setelah kuartal terakhir ini, bahkan hingga kuartal pertama 2024 dan kuartal kedua 2024, atau selama periode pemilu," ujar Satria.
Hal ini karena pengeluaran pemerintah dapat mempengaruhi prospek konsumsi rumah tangga, melalui program jaring pengaman sosial, dan investasi, melalui realisasi proyek infrastruktur negara.
Dia memperkirakan defisit fiskal akhir tahun akan mencapai bias yang lebih rendah dari perkiraan awal sebesar 1,2%-1,6% terhadap PDB, ke level 0,1% terhadap PDB. Perkiraan ini juga jauh di bawah target pemerintah yang berharap defisit bisa sampai 2,3% terhadap PDB.
(lav)