Berlanjut juga pada sentimen antisipasi pidato Gubernur Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada hari Jumat mendatang, seiring dengan data terbaru indeks dolar yang makin mendekati level terendah dalam empat bulan.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, indeks mata uang AS turun untuk hari kelima karena melemah terhadap semua rekan-rekan dalam Group-Of-10 dan sebagian besar rekan-rekan emerging-market di Asia.
"Perhatian sekarang akan beralih ke pidato Gubernur Jerome Powell pada hari Jumat untuk melihat apakah arah dan nada pidatonya menunjukkan pergeseran yang jelas menuju pelonggaran," terang Daragh Maher, Kepala Strategi FX untuk Amerika Serikat di HSBC, dalam sebuah catatan.
"Jika itu terwujud, ini jelas akan menjadi tantangan bagi pandangan kami yang bullish terhadap dolar AS," tambah Maher.
Tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, indeks saham utama di Wall Street semalam ditutup naik setelah komentar lunak (dovish) dari pejabat tinggi Bank Sentral AS memperkuat spekulasi bahwa Federal Reserve sudah selesai mengetatkan kebijakan moneter dan mungkin menurunkan suku bunga bulan depan.
“Ekspektasi Inflasi untuk 1 tahun ke depan turun menjadi 5,7% dari 5,9% di Oktober. Ini adalah berita baik bagi Federal Reserve setelah data CCI AS yang dilakukan oleh University of Michigan minggu lalu memperlihatkan ekspektasi inflasi untuk jangka panjang naik di bulan November ke level tertinggi sejak 2011,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Sementara itu, Gubernur Bank Sentral (The Fed) Atlanta, Raphael Bostic mengatakan bahwa ia semakin yakin bahwa tren penurunan inflasi kemungkinan akan berlanjut dan aktivitas ekonomi akan melambat dalam beberapa bulan mendatang.
"Saya merasa semakin jelas tentang beberapa aliran penting," tulis Bostic dalam sebuah esai yang dirilis pada Rabu.
Di samping itu, Ekonomi Amerika Serikat tumbuh lebih cepat di kuartal ketiga dibandingkan dengan perkiraan awal, menunjukkan revisi ke atas pada investasi bisnis dan pengeluaran Pemerintah.
Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat pada kecepatan tahunan yang direvisi ke atas sebesar 5,2% di kuartal ketiga, yang merupakan yang tercepat dalam hampir dua tahun.
Indikator utama pemerintah lainnya tentang aktivitas ekonomi, Penghasilan Domestik Bruto (Gross Domestic Income/GDI) naik dengan laju yang lebih moderat sebesar 1,5%. GDI adalah ukuran dari pendapatan yang dihasilkan dan biaya yang dikeluarkan dari produksi barang dan jasa.
Adapun rata-rata dari kedua ukuran pertumbuhan tersebut adalah 3,3% lebih dari dua kali lipat dari laju rata-rata paruh pertama tahun ini.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG terkoreksi 0,1% ke 7.036 disertai dengan munculnya volume penjualan.
“Saat ini, diperkirakan IHSG sudah berada di akhir wave v dari wave (i) sehingga penguatan IHSG pun sudah relatif terbatas dan rawan terkoreksi untuk membentuk wave (ii) dari wave [iii],” papar Herditya dalam risetnya pada Kamis (30/11/2023).
Herditya juga memberikan catatan, diperkirakan, koreksi dari IHSG akan menguji rentang area terdekat di 6.960-7.000.
Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham ASSA, HRTA, MIKA dan TOWR.
Kemudian, Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, IHSG masih berada pada kondisi rawan profit taking atau normal pullback dalam jangka pendek, terutama di Kamis (30/11) dan Jumat (1/12).
“IHSG kembali membentuk upper-shadow panjang dan terdapat penyempitan positif slope pada Stochastic RSI di overbought area. Dengan demikian, IHSG masih berada pada kondisi rawan profit taking atau normal pullback dalam jangka pendek,” tulisnya.
Melihat hal tersebut, Phintraco merekomendasikan saham-saham rate-sensitive seperti BMRI, BBCA, BTPS, CTRA dan SMRA dapat diperhatikan di Kamis (30/11). Alternative lain meliputi INKP, MIKA, SSIA dan JSMR yang berpotensi rebound di Kamis (30/11).
(fad)