Yusuf menilai publik wajar bertanya-tanya mengapa pola pengelolaan dana haji terkesan tidak sehat, ketika nilai manfaat digunakan sangat berlebihan sehingga terkesan Bipih murah, baru terungkap pada tahun 2023. Yusuf menilai hal ini menunjukkan pengawasan dana haji lemah.
"Padahal ada kewajiban BPKH untuk transparansi, ada KPHI (Komisi Pengawas Haji Indonesia), ada audit BPK. Ke depan tidak boleh terulang lagi, kenaikan bipih secara drastis seharusnya sejak awal sangat bisa dicegah, andai tak terhindarkan, kenaikan Bipih seharusnya dilakukan secara smooth, tidak naik secara sangat drastis seperti tahun 2023 dan 2024 ini," ujar dia.
Yusuf menilai BPKH perlu melakukan reformasi dalam strategi investasi dana kelolaan haji. BPKH, kata dia, sebaiknya mulai melakukan investasi strategis di area jemaah haji selama ini dibebankan biaya tinggi, terutama investasi di maskapai penerbangan dan juga investasi di hotel - akomodasi, baik di Mekkah maupun di Madinah.
Contoh sederhana, kata dia, adalah dengan mencoba memulai kontrak akomodasi dibuat jangka panjang, sehingga ada kepastian harga sejak awal dan harga bisa lebih murah. Selama ini penerbangan haji dihitung 4x karena pesawat kosong setelah mengantar dan kosong saat berangkat menjemput, sehingga jemaah haji kita dibebankan biaya penerbangan yang jauh lebih mahal dari penerbangan reguler.
"Hal ini sudah lama terjadi tanpa ada perubahan berarti. Jika seandainya BPKH bisa melakukan investasi, jemaah kita akan sangat terbantu mendapatkan harga penerbangan yang lebih murah," tegas dia.
Terlebih dengan jemaah yang sangat besar, 220.000 ribu jemaah, daya tawar Indonesia dinilai sangat tinggi kepada Arab Saudi.
"Jemaah kita butuh naik haji ke Arab, tapi Arab juga butuh kehadiran jemaah haji kita yang memberi pendapatan tinggi bagi mereka," ujar Yusuf.
Dalam upaya perbaikan strategi ini, kata Yusuf, di sisi lain pemerintah juga harus meningkatkan diplomasi dan negosiasi ke pemerintah Arab Saudi. Diplomasi, kata Yusuf, masih bisa ditingkatkan seperti misalnya terkait biaya masyair, biaya visa, juga diplomasi agar Arab membantu akomodasi hingga penerbangan jemaah Indonesia.
"Juga yang krusial adalah bagaimana pemerintah memberantas para pemburu rente terutama di lingkaran pembuat kebijakan haji, yang berusaha mengeruk keuntungan di atas kerugian jemaah, baik dalam proses pengadaan penerbangan maupun akomodasi hingga katering," tegas Yusuf.
Belum ada tanggapan dari BPKH mengenai rekomendasi ini. Namun demikian, sebelumnya, BPKH memastikan keuangan masih tetap terjaga meski nilai manfaat yang akan dikucurkan pada Haji 2024 mencapai Rp8,2 triliun. Anggota Badan Pelaksana BPKH, Acep Riana Jayaprawira menyatakan BPKH akan menyanggupi kucuran dana nilai manfaat tersebut, meskipun pada praktiknya diperkirakan menombok sekitar Rp1,02 triliun.
"Sudah cukup baik proporsi untuk tahun depan," ujar Acep, usai Rapat di DPR, Senin kemarin.
(dov/ain)