Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 120 Tahun 2023 yang terbit pada 21 November 2023, pemerintah memberi insentif berupa pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah seharga Rp2 miliar - Rp5 miliar. Pembebasan pajak diperluas tak hanya untuk Warga Negara Indonesia (WNI), tetapi juga Warga Negara Asing (WNA).
Insentif PPN DTP diberikan pemerintah terhadap pembelian seharga Rp2-5 miliar untuk rumah tapak maupun rumah susun yang memenuhi persyaratan, yakni merupakan bangunan gedung berupa rumah tinggal atau rumah deret, baik bertingkat maupun tidak bertingkat, termasuk bangunan tempat tinggal yang sebagian dipergunakan sebagai toko atau kantor.
PPN DTP 100% dapat mulai berlaku terhadap pembelian pada 1 November 2023 - 30 Juni 2024. Sementara itu, mulai 1 Juli 2024 - 31 Desember 2024, pemerintah hanya akan menanggungg PPN terutang sebesar 50%.
- Insentif Pajak Penghasilan UMKM 0,5% Kembali Normal 1%
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, pemerintah mengenakan tarif PPh hanya 0,5% bagi UMKM dengan penghasilan tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak.
Insentif ini merupakan jawaban dari PP nomor 46 Tahun 2013 yang mengatur, wajib pajak yang memperoleh penghasilan tidak lebih dari Rp4,8 miliar harus membayar PPh final 1%.
Dalam perkembangannya, Kemenkeu menegaskan pelaku UMKM dapat menikmati tarif pajak penghasilan 0,5% hanya sampai akhir 2024. Tarif PPh akan normal pada tahun berikutnya, yakni 1% dari total penghasilan.
Dia menjelaskan, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM yang menggunakan tarif 0,5% sejak 2018, maka UMKM boleh menggunakan tarif ini sampai 2024. Untuk Tahun Pajak 2025 dan seterusnya dapat menggunakan norma penghitungan sebelumnya, atau menggunakan tarif normal dan menyelenggarakan pembukuan jika omzet di atas Rp 4,8 miliar.
Bagi Wajib Pajak UMKM baru, pengusaha tetap dapat memanfaatkan tarif 0,5% dari omzet sampai 7 tahun pajak ke depan. Selanjutnya, untuk koperasi, CV, dan firma dapat memanfaatkan tarif pajak selama 4 tahun pajak ke depan. Terakhir, untuk perusahaan terbuka dapat memanfaatkan tarif pajak selama 3 tahun ke depan.
Bahkan, bagi WP OP UMKM yang omzet setahun tidak melebihi Rp 500 juta, WP OP tidak perlu membayar PPh karena mendapat fasilitas dari pemerintah.
- Perubahan Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Karyawan
Kementerian Keuangan akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan terkait perubahan penghitungan PPh Pasal 21 yang akan berlaku mulai Januari 2024. Tahun depan, pemerintah sudah mulai menggunakan metodologi pemotongan pemungutan PPh Pasal 21 dengan menggunakan tarif efektif rata-rata yang lebih sederhana, lebih mudah, dan memberi kepastian pada pemotong dan pemungut PPh.
Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan tarif efektif digunakan untuk mempermudah cara pemotongan pajak, dengan sifat pembayaran pajak yang berada di depan.
"Jadi nanti pada waktu suatu akhir periode tahun, pajak dipotong dan dipungut setiap masa pajak, dan di akhir tahun akan diperhitungkan. Dari perhitungan ini akan kelihatan apakah kurang atau lebih dibayar? sehingga di pelaporan terakhirnya, ujung pajak yang terutang diharapkan tidak ada kelebihan atau kekurangan pembayaran," papar Suryo.
- Perubahan Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pekerja Lepas
Suryo Utomo menjelaskan perubahan penghitungan PPh Pasal 21 tak hanya berlaku untuk pemberi kerja kepada karyawan, tetapi juga pemberi kerja kepada pekerja lepas.
"Jadi betul-betul jumlah yang dibayarkan tidak berbeda dengan kondisi saat ini. Ini hanya akan mempermudah cara pemotongan yang dilakukan oleh pemberi kerja kepada karyawan dan penerima penghasilan bukan karyawan," jelas Suryo.
(lav)