"Dalam hal tersangka bermaksud mengajukan penghentian penyidikan, tersangka menyampaikan permohonan penghentian penyidikan di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk," demikian tertulis dalam aturan Pasal 3 Ayat 2.
Kemudian, menurut Pasal 4 Ayat 1, berdasarkan permohonan tersangka, menteri atau pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian permohonan untuk memastikan tindak pidana yang dilanggar, dan besaran sanksi administratif berupa denda yang harus dibayar.
Lalu, jika hasil penelitian memenuhi ketentuan penghentian penyidikan, menteri atau pejabat menyampaikan surat persetujuan atas permohonan penghentian penyidikan, berikut besaran sanksi administratif berupa dena yang harus dibayar dan batas waktu pembayaran. Sebaliknya, jika tidak memenuhi ketentuan penghentian penyidikan, maka menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat memberi surat penolakan atas permohonan penghentian penyidikan disertai alasannya.
Dalam pasal 5 disebutkan, tersangka membayar sanksi administratif berupa denda ke rekening pemerintah yang ditetapkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai hingga akhir Oktober menurun, meski pencapaiannya sudah lebih dari 70% terhadap target.
Per akhir Oktober, total penerimaan kepabeanan dan cukai tercatat Rp 220,8 triliun. Turun 13,6% dibandingkan Januari-Oktober 2022.
"Kinerja kepabeanan dan cukai telah mencapai 72,8% dari target APBN," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat (24/11/2023).
Sumbangan terbesar masih datang dari cukai, yang mencapai Rp 169,8 triliun. Ini sudah 69,2% dari target. Cukai Hasil Tembakau terkumpul 163,2 triliun atau 70,2% dari target. Turun 4,3% dari tahun lalu karena kenaikan tarif sehingga terjadi penurunan produksi.
Untuk cukai MMEA, tercapai 6,3 Triliun atau 72,9% dari target. Naik 0,6% karena pulihnya industri pariwisata dan produksi dalam negeri tumbuh 0,4%.
Penerimaan bea masuk per akhir Oktober adalah Rp 41,4 triliun atau 87,1% dari target. Tumbuh tipis 1,8% dari 10 bulan pertama 2022.
"Ini karena kurs dolar yang menguat dan tarif efektif yang naik 1,4%. Namun impor mengalami kontraksi cukup banyak. Impor yang banyak masuk adalah mobil, beras, dan suku cadan dan mesin pertambangan," papar Sri Mulyani.
Lalu setoran bea keluar tercatat Rp 9,7 triliun. Sudah 94,7% dari target APBN walau anjlok 74,4% dibandingkan tahun lalu.
"Komoditas harganya mengalami penurunan sepetti CPO, tembaga, dan bauksit. Kita meprediksi tahun ini bea keluar tidak cukup tinggi karena koreksi harga-harga komoditas," terang Sri Mulyani.
(lav)