Dalam paparannya, Silma menjelaskan, hoaks pemilu pada dua minggu pertama November 2023 difokuskan untuk memanipulasi informasi pemilu di tingkat kontestasi nasional. Kandidat pasangan calon (paslon) menjadi sasaran hoaks terbanyak melalui hoaks yang menyasar kandidat (12 hoaks).
Tema hoax yang menyebar terkait pemilu dan pemilihan presiden/calon presiden; pencalonan dan dukungan politik, SARA, kriminalitas, kecurangan pemilu, atau karakter/gaya hidup negatif.
Berbeda dengan bulan Oktober lalu, komposisi hoaks pemilu pada dua minggu pertama November 2023 lebih banyak membahas isu tentang keberpihakan pemerintah pada paslon tertentu. Terdapat peningkatan jumlah hoaks tentang ketidaknetralan pemerintah.
Mafindo juga mencatat, tone hoaks negatif cenderung menyerang paslon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Mafindo kemudian melakukan berbagai upaya untuk menghilangkan prasangka (debunk) melalui video klarifikasi.
Namun, tentu hal ini dipenuhi tantangan karena Mafindo hanya tidak mampu membuat video penangkal hoax dengan jumlah hoax yang tersebar. “Tantangan terberat sekarang adalah konten yang beredar itu gabungan antara video dan tulisan dan foto. Satu video klarifikasi debunk memakan waktu lama. Kapasitas Mafindo juga terbatas. Satu hari cuma bisa debunk paling banyak 20. Video [hoaks] yang masuk 40,” ujarnya.
Dari sekian banyak hoaks yang beredar, pemeriksa fakta Mafindo masih mendominasi dalam debunk hoaks atau hampir 69%, diikuti oleh media massa yang berada di posisi yang kedua, hampir 24% selama dua minggu di awal bulan November. “Sementara peran pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan lainnya masih belum tampak signifikan,” pungkasnya.
(dov/wep)