Pertama, dia mengaku telah berkirim surat kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung (Jamdatun Kejagung) untuk meminta pendapat dan/atau pendampingan hukum terkait rafaksi, seta berkirim surat kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan review hasil verifikasi oleh PT Sucofindo.
Namun, dalam paparannya Zulhas menjelaskan, salah satu poin dalam legal opinion yang disampaikan Jamdatun Kejaksaan Agung adalah ‘meskipun Permendag 01/2022 Permendag 03/2022, dan Permendag 08/2022 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Permendag 11/2022, namun masih terdapat kewajiban hukum BPDPKS untuk menyelesaikan pembayaran dana pembayaran’.
Selain itu, BPKP juga menjelaskan ‘Pada Permendag 3/2023 tidak mengatur mekanisme pengujian lanjutan terhadap hasil verifikasi surveyor sehingga pembayaran dapat mengacu pada hasil verifikasi akhir PT Sucofindo’.
“BPDPKS belum melakukan pembayaran karena Kemendag sebagai lembaga yang melakukan verifikasi belum menyampaikan verifikasi yang dilakukan Sucofindo kepada BPDPKS. Kemendag mengedepankan prinsip kehati-hatian, koordinasi dengan Jamdatun Kejagung untuk minta pendapat,” ujarnya.
Kemendag juga melakukan koordinasi dengan Kementerian Politik, Hukum dan Ham (Kemenko Polhukam). Hasilnya, Kemendag diminta segera menyampaikan hasil verifikasi PT Sucofindo kepada BPDPKS agar BPDPKS dapat segera melakukan pembayaran selisih harga.
Selain itu, Kemendag disarankan untuk mengajukan permohonan rapat pimpinan tingkat menteri kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Airlangga Hartarto) untuk membahas terkait hal tersebut.
“Oleh karena itu kita termasuk sudah berani, kita bikin surat kepada Kemenkopolhukam atau Menko Ekonomi untuk dibahas bareng, putusan itu kita kerjakan, tapi sampai sekarang surat saya belum dijawab, kira-kira jelas ya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bakal melaporkan Kemendag buntut utang rafaksi minyak goreng yang tak kunjung dibayar. Kerugian produsen dan ritel saat program minyak satu harga itu diklaim mencapai Rp344 miliar.
Ketua Aprindo, Roy Mandey mengklaim sampai saat ini sudah ada sedikitnya lima produsen yang mengadu dan berniat untuk melanjutkan ke proses hukum.
"Melaporkan ke Bareskrim, Mabes maksudnya. Kita bicarakan dengan kuasa hukum. Aprindo punya kuasa hukum, produsen juga demikian," ujar Roy Mandey dalam jumpa pers 17 November lalu.
Roy mengaku hingga saat ini belum mendapatkan langkah-langkah konkret dari pemerintah untuk niat menyelesaikan rafaksi. Sebagian ritel, kata dia, bahkan sudah pupus harapan menagih tanggung jawab pemerintah.
(dov/ain)