Pengelolaan dana haji memang memiliki batasan. Mengacu pada Undang Undang Nomor 34 Tahun 2014 pasal 48, penempatan dan atau investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya. Penempatan hanya boleh di produk atau usaha berprinsip syariah serta menganut prinsip risk avoiding atau menghindari risiko.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018, juga disebutkan secara spesifik batasan penempatan atau investasi dana haji di sebuah instrumen. Antara lain, giro, deposito berjangka, tabungan, lalu di surat berharga syariah negara (SBSN), surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI).
Dana haji juga dibolehkan diputar di saham syariah, sukuk, reksa dana syariah, dana investasi real estat syariah, juga emas dan investasi langsung dan investasi lainnnya.
Alokasi juga dibatasi untuk masing-masing instrumen. Misalnya, di emas dibatasi maksimal 5% dari total investasi keuangan haji. Investasi langsung dibatasi 20%, lalu penempatan di produk perbankan syariah dibatasi maksimal 30%. Investasi lainnya maksimal 10%. Sedangkan investasi di surat berharga tidak ada angka spesifik.
Mengacu pada laporan keuangan BPKH per 30 Juni 2023 yang belum diaudit, total aset BPKH mencapai Rp225,23 triliun. Angka itu lebih tinggi dibandingkan akhir 2022 sebesar Rp212,79 triliun.
Penempatan aset tersebar di berbagai tempat, terbesar adalah investasi di surat berharga sebesar Rp142,56 triliun, lalu di perbankan sebesar Rp30,57 triliun, juga dalam bentuk giro dan penempatan di BI Rp5,27 triliun. Kemudian ada juga pembiayaan bagi hasil sebesar Rp11,7 triliun, piutang pembiayaan Rp6,38 triliun, sementara di emas hanya Rp243,6 miliar.
BPKH juga melaporkan, jumlah pendapatan nilai manfaat mencapai Rp5,29 triliun di mana besar nilai manfaat tersedia untuk penyelenggaraan haji mencapai Rp4,05 triliun.
Selama 2023, nilai manfaat penempatan dana haji diproyeksikan mencapai Rp1,33 triliun, sementara nilai manfaat investasi adalah sebesar Rp8,67 triliun. Namun, sampai 30 Juni lalu realisasinya baru sebesar Rp5,56 triliun atau 55,61% dari proyeksi.
Return di bawah capaian aset dasar
Mengacu pada laporan keuangan, terlihat bahwa penempatan mayoritas dana haji adalah di surat berharga.
Bila mengacu pada kinerja pasar surat berharga selama setahun terakhir, sejatinya tingkat imbal hasil terus meningkat seiring dengan tren kenaikan bunga acuan global dan domestik.
Sebagai gambaran kinerja, bisa dilihat dari indeks yang menjadi benchmark. Di pasar SBN, indeks yang menjadi benchmark adalah IBPA Indonesia Composite Bond Index (ICBI).
ICBI mencatat kenaikan 8,2% dalam 12 bulan terakhir. Adapun tingkat bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo (BI7DRR) juga telah naik 250 basis poin (bps) sejak tahun lalu di mana itu mempengaruhi pula kenaikan tingkat imbal hasil simpanan di perbankan syariah.
Sebagai gambaran, tingkat imbal hasil simpanan tenor tiga bulan di perbankan domestik sebelum BI7DRR dikerek naik adalah di 3,18%. Namun, kini posisinya sudah di 4,2%, ada kenaikan lebih dari 100 bps.
Sementara, kinerja produk keuangan lain seperti reksa dana syariah terutama untuk jenis yang paling rendah risikonya yaitu reksa dana syariah pasar uang atau pendapatan tetap, imbal hasil setahun terakhir bisa mencapai 7%-8%. Tingkat return bisa lebih besar bila ditempatkan di produk yang lebih agresif seperti saham syariah yang bisa memberikan double digit.
Dana haji juga boleh ditempatkan di emas meski tidak besar. Harga emas logam mulia Antam yang menjadi acuan selama 2022 berhasil melompat naik hingga 9%. Sementara 11 bulan terakhir, kenaikannya sudah terakhir sudah meroket hingga 8,67%.
Berkaca pada kinerja instrumen-instrumen yang menjadi aset dasar di mana dana haji diinvestasikan, terlihat bila return yang dihasilkan oleh dana haji sejauh ini masih di bawah capaian return underlying asset.
Tanpa ada gebrakan pengelolaan aset yang lebih jitu tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian dan risk avoiding, sepertinya akan sulit mengharap nilai manfaat dana haji bisa terus tumbuh lebih besar. Bila tingkat return sulit mengikuti tren kenaikan komponen-komponen biaya dalam Bipih, bukan tidak mungkin ke depan porsi biaya haji yang harus ditanggung oleh calon jamaah haji akan semakin besar.
Pada saat yang sama, tanpa upaya mengoptimalkan pengelolaan dana haji di tengah tekanan politik yang membuat Kementerian Agama RI harus merogoh nilai cadangan manfaat lebih besar, keberlanjutan pembiayaan haji bagi calon jamaah di masa mendatang juga bisa terancam.
Sebagai gambaran, sampai tahun ini, ada sedikitnya antrian 5,3 juta orang calon jamaah haji dari Indonesia yang sudah mengantongi nomor porsi dengan lama antrian hingga 48 tahun. Tahun depan, kuota haji Indonesia yang disediakan pemerintah Arab Saudi mencapai 241.000 orang usai penambahan sebanyak 20.000 orang dibandingkan tahun kemarin.
(rui)