Tanggung jawab untuk membuat terobosan ada pada presiden COP28, Sultan Al Jaber. Bagi banyak orang dalam komunitas iklim, kepemimpinannya dalam perundingan ini tercoreng karena perannya sebagai kepala eksekutif Abu Dhabi National Oil Co, salah satu produsen minyak terbesar di dunia.
Sebuah laporan minggu ini menuduh bahwa Al Jaber telah siap untuk menggunakan perannya sebagai presiden COP untuk mempromosikan kepentingan Adnoc. Sementara itu, Al Jaber secara terbuka mengatakan bahwa ia melihat COP ini sebagai sebuah kesempatan untuk mengkooptasi industri bahan bakar fosil untuk mengatasi emisi.
Salah satu pengumuman utama yang diharapkan adalah janji dari industri minyak dan gas global untuk menghilangkan emisi metana, gas rumah kaca yang kuat, pada tahun 2030. Meskipun kesepakatan tersebut tidak akan memiliki kekuatan hukum, ini adalah salah satu dari beberapa sinyal bahwa kemajuan dapat dicapai di Uni Emirat Arab (UEA) pada bulan Desember ini.
Sedikitnya 150 negara dan 25 perusahaan minyak nasional dan internasional telah menandatangani kesepakatan tersebut, kata Adnan Amin, kepala eksekutif COP28, dalam sebuah wawancara. Tujuannya adalah untuk mendapatkan 50% emisi metana yang tercakup dalam komitmen tersebut.
“Ini adalah perusahaan-perusahaan dan negara-negara yang sangat, sangat signifikan dan jika kita dapat benar-benar menyerang masalah metana di sini, itu memberi kita pengurangan emisi yang substansial dari gas rumah kaca yang mungkin paling berbahaya,” kata Amin, berbicara tentang prospek pertemuan tahun ini.
Mungkin perkembangan yang paling positif sejauh ini adalah membaiknya diplomatik AS dan Cina. Dua negara penghasil polusi terbesar di dunia ini sepakat pada awal bulan November untuk mempublikasikan janji pengurangan emisi yang lebih besar. Keduanya juga mendukung target untuk meningkatkan energi terbarukan hingga tiga kali lipat. Target tersebut tampaknya akan masuk ke dalam dokumen final COP.
Ini merupakan pembaharuan kolaborasi iklim antara dua rival geopolitik yang menjadi pertanda baik bagi pertemuan tersebut. Kesepakatan sebelumnya antara Washington dan Beijing pada tahun 2014 dan 2021, telah membantu membuka jalan bagi teks-teks penting pada COP sebelumnya.
Selain kesepakatan tentang metana dan perluasan energi terbarukan, isu utama lainnya dalam perundingan ini adalah komitmen potensial untuk menghapus bahan bakar fosil, kemajuan dalam mengamankan lebih banyak dana iklim untuk negara berkembang, serta inventarisasi formal pertama tentang kemajuan dunia dalam memerangi perubahan iklim sejak Perjanjian Paris ditandatangani pada tahun 2015.
Bahan Bakar Fosil
Pernyataan China-AS tidak secara eksplisit menyerukan penghentian penggunaan bahan bakar fosil, yang merupakan tuntutan utama dari sekelompok negara Eropa dan negara-negara kepulauan Pasifik yang dikenal sebagai Koalisi Ambisi Tinggi.
Dorongan serupa untuk memasukkan bahasa tersebut ke dalam perjanjian di COP27 di Sharm El-Sheikh, Mesir, gagal tahun lalu. Hal ini kemungkinan besar akan menjadi diskusi panjang di Dubai.
Utusan iklim China, Xie Zhenhua, mengatakan pada bulan September bahwa menargetkan penghentian penggunaan bahan bakar fosil penuh adalah “tidak realistis.” Sementara itu, semakin banyak suara yang dipimpin oleh negara-negara berkembang menyerukan paket energi yang lebih luas, yang mengaitkan tujuan tersebut dengan pendanaan.
Para diplomat berusaha menemukan kata-kata yang tidak terlalu polarisasi, dan mengirimkan sinyal yang tepat, menurut seorang pejabat senior di Departemen Luar Negeri AS.
Kesepakatan akhir tentang bahan bakar fosil pada akhirnya dapat dikalahkan olehkalimat yang menyerukan transisi secara “teratur”, “adil” atau “bertanggung jawab”, dan penggunaan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon.
“Selama dua COP terakhir, sulit untuk menggerakkannya pada konsensus. Kami sangat terbuka dan sangat mendukung untuk menemukan solusi baru dalam tujuan, yang memajukan ambisi untuk mengurangi bahan bakar fosil dan fase pengurangan bahan bakar fosil yang bertanggung jawab,” kata Amin
Pendanaan Iklim
Dana akan menjadi pusat perdebatan di Dubai. Negara-negara kaya kemungkinan besar telah mencapai tujuan mereka yang telah lama tertunda untuk memobilisasi US$100 miliar per tahun untuk membantu negara-negara miskin mengatasi dampak terburuk dari perubahan iklim dan membayar energi bersih. Namun, angka tersebut belumlah cukup.
Negara-negara berkembang akan membutuhkan US$2,4 triliun per tahun pada tahun 2030 dari kombinasi pemerintah dan sektor swasta, menurut perkiraan terbaru.
“Kegagalan negara-negara maju untuk memberikan dana sebesar US$100 miliar yang dijanjikan telah menjadi titik ketegangan untuk waktu yang lama,” ujar Mohammed Adow, direktur Power Shift Africa.
“Untuk membangun kembali kepercayaan, penting bagi kita untuk benar-benar melihat negara-negara maju berpartisipasi dalam proses tersebut dan secara transparan melaporkan pelaksanaan janji tersebut.”
Pada hari-hari pertama KTT, pemerintah UEA diperkirakan akan mengumumkan dana sebesar US$25 miliar untuk memacu investasi energi bersih.
Selain itu, akan ada porsi pinjaman lunak di bawah suku bunga pasar untuk membantu negara-negara berkembang meningkatkan investasi aksi iklim. Namun, rinciannya masih belum disepakati, menurut orang-orang yang mengetahui masalah ini.
Hanya beberapa minggu sebelum KTT, para negosiator iklim menyepakati kerangka kerja mengoperasikan dana yang dimaksudkan untuk membantu negara-negara yang rentan menghadapi kerugian dan kerusakan yang mereka alami akibat cuaca yang semakin bergejolak.
Dana tersebut berada di jalur yang tepat untuk mulai mencairkan dana pada awal tahun depan, kata Steven Guilbeault, menteri lingkungan hidup dan perubahan iklim Kanada.
Kemajuan dalam menyiapkan dana tersebut “sangat membantu dalam membangun momentum yang diperlukan untuk mencapai hasil yang sukses di Dubai,” katanya kepada para wartawan dalam sebuah pengarahan pada 16 November.
Inventarisasi
Berdasarkan Paris Agreement yang ditandatangani tahun 2015, negara-negara perlu mengadakan penghitungan resmi tahun ini untuk mengevaluasi kemajuan dalam memenuhi target mereka dalam menahan kenaikan suhu hingga 1,5 derajat celcius dari tingkat pra-industri.
Mereka juga perlu menetapkan aturan untuk putaran berikutnya dari janji emisi yang harus mereka serahkan pada tahun 2025.
Konsensus ilmiah menyatakan bahwa emisi gas rumah kaca global harus berkurang setengahnya pada tahun 2030 dan mencapai titik nol pada pertengahan abad ini.
Produksi batu bara, minyak dan gas harus dikurangi dari 80% pasokan energi global saat ini menjadi hanya 20% pada tahun 2050, menurut net zero roadmap dari Badan Energi Internasional.
“Jika kita tidak mengurangi separuh emisi global dalam enam tahun ini, target 1,5 derajat celcius akan sangat sulit untuk dicapai — dan persyaratan untuk dana Kerugian dan Kerusakan akan menjadi luar biasa,” kata Jennifer Morgan, utusan iklim Jerman. “Ada banyak hal yang dipertaruhkan.”
PBB memperkirakan suhu global akan meningkat sebanyak 2,8 derajat celcius pada akhir abad ini, yang berarti bahwa pelampauan target 1,5 derajat celcius tidak dapat dihindari dengan komitmen saat ini untuk mengurangi emisi.
Meskipun inventarisasi ini merupakan kegiatan yang sangat teknis, apa yang dihasilkan dari kegiatan ini akan menentukan arah kebijakan iklim global selama sisa dekade ini.
“Inventarisasi atas apa yang telah terjadi sejak Paris harus jelas dan terang benderang tentang bagaimana kita perlu memperbarui komitmen nasional kita,” ujar Menteri Transisi Lingkungan Hidup Spanyol, Teresa Ribera.
COP28 akan gagal jika negara-negara tidak mengirimkan sinyal yang kuat kepada publik dan investor bahwa mereka selaras dan berkomitmen untuk mengurangi emisi, ujarnya.
Amin, CEO COP, setuju bahwa fakta bahwa COP tahun ini akan mencakup proses inventarisasi terbesar yang pernah ada, memberikan bobot tambahan pada pertemuan tersebut.
“Terdapat potensi karakter bersejarah pada COP ini karena ini adalah yang pertama kalinya diadakannya stocktake global mengenai kemajuan Perjanjian Paris. Kami mengharapkan adanya bagian yang ambisius dan berwawasan ke depan dalam perjanjian ini,” katanya.
(bbn)