Dalam proyek itu, ADMR telah mengucurkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebanyak US$2 miliar atau setara dengan Rp30,99 Triliun. Seluruh dana tersebut bersumber dari ekuitas perseroan.
"Sebetulnya kita sudah mendapatkan full pendanaan dari pihak bank sekitar 70%, tetapi kita masih fokus memakai dana equity sebagai strategi finansial dari kita."
Saat ini, KAI telah merampungkan pembukaan lahan untuk mess permanen, pemecah gelombang jeti (coastal jetty breakwater), dan konstruksi fasilitas pendukung seperti gudang laydown luar (outdoor), bengkel alat berat, dan batching plant.
Proyek yang berlokasi di kawasan industri PT Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI), Kalimantan Utara itu pun diklaim dapat membantu mengurangi impor aluminium, memberikan proses dan nilai tambah terhadap alumina.
Sekadar catatan, EBITDA operasional Adaro Minerals sepanjang Januari—September tahun ini mencapai US$358,1 juta setara dengan penurunan 13%, karena kenaikan biaya dan penurunan harga jual rata-rata (ASP). Laba inti ADMR turun 11% menjadi US$258,1 juta.
Adapun, EBITDA operasional dan laba inti tidak memperhitungkan komponen nonoperasional sehingga mencerminkan kinerja bisnis inti.
Pada periode yang sama, ADMR mengeluarkan US$95,7 juta belanja modal, karena konstruksi smelter aluminium telah dimulai dan proyek-proyek infrastruktur di Maruwai terus berlanjut. Adapun, KAI telah memilih seluruh kontraktor utama untuk konstruksi dan instalasi smelter.
(ibn/wdh)