Pada 2024, pengembangan industri baterai juga ditargetkan untuk menghasilkan 13% bauran energi baru terbarukan (EBT) dalam sistem kelistrikan nasional, serta 5.000 stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
Pada 2026, kata Toto, Indonesia akan mulai memproduksi sel baterai dari hilirisasi industri pertambangan yang sudah digalakkan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir.
“Potensi industri baterai ini dapat mengurangi emisi sebesar 9 juta ton CO2 per tahun, atau setara dengan kurang lebih 8% dari total kendaraan nasional. Lalu, dapat juga mengurai impor hampir 30 juta barel fossil fuel per tahun."
Pada 2030, sambungnya, pengembangan industri baterai di Indonesia ditargetkan dapat mendukung pencapaian nol emisi karbon melalui adopsi ESS hingga 3,5 GWh.
“Tentu saja dilakukan dengan mengembangkan ekosistem baterai ESS, penyatuan seluruh value chain dari hulu ke hilir. Kami bekerja sama dengan PT Antam untuk integrasi rantai nilai baterai mulai dari tambang-tambang milik PT Antam,” paparnya.
IBC, sambungnya, juga menggandeng CATL Co Ltd untuk investasi integrasi ekosistem baterai listrik dari hulu ke hilir yang akan dimulai pada 10 Desember tahun ini. Namun, dia tidak mengelaborasi berapa nilai modal yang dikucurkan raksasa baterai nomor wahid dunia asal China itu.
(wdh)