Bloomberg Technoz, Jakarta - Adityo Kusumo, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) menegaskan bahwa perusahaan masih dalam upaya penyehatan perusahaan melalui divestasi aset, seperti pelepasan sejumlah ruas jalan tol dan aset properti. Hal lain yang menjadi target manajemen adalah divestasi dalam ruang lingkup proyek finansial berbentuk join venture usaha pengelolaan air minum.
“Kita masih upayakan, tahun 2024 ada satu atau dua [eksekusi atas rencana divestasi], tahun 2025, satu atau dua,” jelas Adityo dalam paparan publik bersama investor, Senin (27/11/2023).
Divestasi menjadi salah satu fokus perusahaan selain menjalankan bisnis konstruksi yang tengah berjalan. Untuk itu WIKA memastikan tidak memiliki rencana investasi baru.
“Tidak ada, perusahaan lebih pada fokus mendapat capital dan modal untuk pembayaran [utang] dan menurunkan leverage perseroan,” terang dia
Strategi divestasi harus dilakukan demi menyehatkan portofolio bisnis, karena dalam jangka panjang manajemen ingin menunjukkan kepada para mitra perbankan, selaku kreditor bahwa WIKA terus melakukan perbaikan ke arah yang positif.
Untuk diketahui WIKA, lanjut Adityo, masih mencatatkan utang di perbankan sekitar Rp19 triliun. Maka dengan hasil penjualan aset atau divestasi WIKA akan mendapatkan dana segar untuk menyelesaikan sebagian utang.
“[Pembayaran utang] beberapa kita lakukan, seiring dengan transformasi bisnis dan secara berkesinambungan. Karena kita tidak ingin terjebak dua, tiga kali, untuk itu penting untuk mendapatkan dukungan perbankan,” tegas dia.
Menurut dia, bisnis konstruksi tidak bisa lepas dari dukungan perbankan. Dia sebagai penerbit Bank Garansi, yang dapat memperlancar proyek infrastruktur perusahaan.
“Dalam jangka panjang kita tetap bisa berusaha, dan mencicil utang kredit yang diterima di masa mendatang. Ini memang kombinasi. Bagaimana kita melakukan transformasi, negosiasi dengan para kreditur, dan divestasi secara optimal,” tegas dia.

Adityo menegaskan secara paralel WIKA juga tengah mengupayakan mendapat Penyertaan Modal negara (PMN) lewat skema penerbitan saham baru lewat rights issue (HMTED) sekitar Rp3,2 triliun, selain strategi divestasi aset jalan tol ataupun dari bisnis lain.
“Untuk timeline-nya akan ada di kuartal I-2024, sesuai yang ditargetkan, rights issue maksimum WIKA bisa berpotensi Rp3,2 triliun. Nanti kita lihat seberapa jauh pasar bisa menyerap saham yang dilepas ke publik,” sambung Corporate Secretary WIKA, Mahendra Vijaya.
Khusus divestasi aset tol, terdapat lima ruas milik WIKA. Sementara untuk kredit restrukturitasi, Adityo menyatakan amsih dalam tahap negosiasi. “Sebelum 2023 [berakhir] bisa membagikan hasilnya,” terang Mahendra.
Wacana Merger BUMN Karya, WIKA dan PTPP Dilebur
Adityo Kusumo hanya bisa mendukung rencana penggabungan (merger) dengan BUMN konstruksi lain, PT PP (Persero) Tbk (PTPP). Keinginan merger awalnya disuarakan oleh Kementerian BUMN mengingat banyaknya perusahaan negara di sektor ini yang ‘sakit-sakitan’.
“Karena ini aksi korporasi yang menjadi ranah pemegang saham, kami monggo saja,” papar Adityo.
WIKA juga merupakan perusahaan BUMN yang tengah berjuang menyelesaikan tumpukan utang menumpuk. Erick Thohir pada bulan Mei lalu menyatakan bahwa jumlah BUMN idealnya dikurangi dari posisi saat ini berjumlah sembilan.
“Kami sudah kaji sebaiknya dari sembilan menjadi empat atau berapa,” jelas Erick.
Tercatat ada sembilan BUMN sektor karya yang bergerak di bisnis konstruksi dan infrastruktur, sebagai berikut:
1. PT Adhi Karya Tbk (ADHI)
2. PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP)
3. PT Waskita Karya Tbk (WSKT)
4. PT Wijaya Karya Tbk (WIKA)
5. PT Hutama Karya (Persero)
6. PT Brantas Abipraya (Persero)
7. PT Amarta Karya (Persero)
8. PT Nindya Karya (Persero)
Satu BUMN karya sudah lebih dulu gulung tikar alias bangkrut yaitu PT Istaka Karya (Persero) meninggalkan utang hingga Rp1 triliun.

(wep)