Sementara pada Pemilu 2014, investasi di sektor properti hanya tumbuh tipis sebesar 4,6% dibandingkan 4,4% pada tahun sebelumnya. Tren lebih buruk bahkan terjadi pada Pemilu 2019 di mana saat itu pertumbuhan investasi properti malah turun 4,5% setelah tahun sebelumnya masih tumbuh positif 7%.
Meski tren investasi di sektor ini cenderung lesu jelang dan saat Pemilu, beberapa sektor properti masih bisa mengharap limpahan pertumbuhan sejurus dengan belanja Pemilu yang deras jelang hari-H.
Misalnya, di sektor properti hotel. Berdasarkan pola yang kami amati di masa-masa sebelumnya, siklus tahun politik diperkirakan akan mendorong kenaikan tingkat hunian hotel. Permintaan sewa ruang ataupun kamar hotel biasanya meningkat terutama dua bulan sebelum Pemilu hingga dua pekan sebelum hari-H, menurut temuan Colliers.
"Secara historis, bisnis hotel di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya akan sangat bergantung pada belanja pemerintah khususnya untuk kegiatan Meetings, Incentives, Conferences and Exhibitions (MICE) yang meningkatkan pemakaian ruang hotel," jelas Ferry.
Pada gelar Pemilu tahun-tahun sebelumnya, permintaan ruang hotel di Jakarta berpeluang naik 7%-8% dibandingkan periode normal. Sementara di kota lain, pertumbuhannya lebih rendah antara 2%-3%. Khusus tahun ini, Colliers memperkirakan kenaikannya lebih rendah yaitu 5%-6% di Jakarta.
Begitu juga properti di sektor ritel seperti mal, pusat belanja, pertokoan, dan sejenisnya, diprediksi masih akan mencatatkan pertumbuhan jelang Pemilu 2024. "Kinerja sektor properti ini diprediksi akan terus meningkat pada kuartal IV ini hingga Pemilu tahun depan khususnya dalam hal penjualan. Jumlah pengunjung tampak sudah kembali normal sejak akhir tahun ini," jelas Ferry.
Perkantoran lesu
Bila hotel dan properti komersial seperti pusat belanja atau pertokoan masih bisa berharap limpahan rezeki Pemilu, tidak demikian dengan sektor properti perkantoran.
Sektor ini sudah cukup lesu bahkan sebelum Pemilu akibat hantaman pandemi dan perubahan gaya bekerja yang makin banyak mengadopsi hybrid working.
Sementara untuk sektor lain seperti residensial bagi pasar ekspatriat, menurut Colliers, tidak secara langsung terdampak Pemilu mengingat kecenderungan perusahaan asing untuk wait and see terutama bagi bisnis yang terlibat langsung dalam proyek pemerintah.
"Jelang Pemilu, perusahaan asing menerapkan wait and see mirip dengan pasar properti industrial dan ritel di mana kekhawatiran biasanya muncul karena potensi perubahan aturan ketika ada transisi pemerintahan. Maka itu, dampak terhadap pasar sewa residensial ekspat akan lebih terlihat setelah Pemilu dilangsungkan," demikian ditulis dalam riset.
Namun, khusus untuk pasar apartemen secara umum, Colliers memperkirakan pada 2024 masih akan menghadapi tantangan. Selain faktor Pemilu, suku bunga tinggi yang masih berlangsung saat ini juga berkontribusi pada tekanan bunga kredit pemilikan (KPA).
Maklum, pembelian apartemen memanfaatkan KPA sejauh ini masih cukup besar mencapai 30%-40% penjualan. Selain itu, preferensi masyarakat Indonesia yang lebih suka rumah tapak juga masih mempengaruhi selera terhadap apartemen.
(rui)