“Dengan demikian, charging tidak mengganggu dari sisi grid-nya sendiri. Jadi energy storage system [ESS berbasis baterai] merupakan satu hal yang sangat penting untuk kita kembangkan di Indonesia.”
Saat ini, lanjut Toto, IBC sudah melakukan beberapa inisiatif untuk memaksimalkan peran baterai dalam ketenagalistrikan. Pertama, melalui kerja sama dengan PT PLN Nusantara Power untuk pembangkit di Bawean.
Melalui penggunaan baterai, Toto mengeklaim pembangkit Bawean dapat menurunkan 5,7 juta kilogram (kg) emisi CO2 per tahun, serta mengurangi penggunaan 3,2 juta liter bahan bakar fosil.
“[Bahan bakar] yang digunakan di Bawean berbasis diesel [solar], lalu kita konversi sebagian menjadi PLTS dan juga pembangkit angin – small micro wind power – dengan support dari baterai,” terangnya.
Kedua, kerja sama dengan MIND ID di Pelabuhan Kuala Tanjung untuk menyuplai listrik kapal yang sandar. Jika selama ini kapal yang sandar di pelabuhan tersebut menggunakan solar, kini IBC telah menggantikannya dengan listrik sehingga sanggup menurunkan emisi dan mengurangi biaya bahan bakar untuk kapal itu sendiri.
Ketiga, kerja sama dengan PT Bukit Asam Tbk dalam hal penggunaan EV berbasis battery swapping untuk alat-alat pertambangan.
“Swapping [di sektor pertambangan] ini sangat unik dan juga sudah diterapkan di berbagai negara. Kalau menggunakan charging, memerlukan waktu cukup lama. Dengan swapping ini akan sangat mempercepat proses sekitar 5—10 menit saja untuk mengisi daya.”
(wdh)