Lebih lanjut, Toto mengelaborasi industri baterai di Tanah Air sudah dipetakan melalui tahapan strategis sampai dengan 2034.
Pada 2024, lanjutnya, industri baterai akan difokuskan sebanyak 10 GWh; hanya untuk sektor otomotif saja, melalui kerja sama dengan dua perusahaan Korea Selatan yaitu Hyundai Motor Company dan LG Energy Solution.
Tahun depan, pengembangan industri baterai juga ditargetkan untuk menghasilkan 13% bauran energi baru terbarukan (EBT) dalam sistem kelistrikan nasional, serta 5.000 stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
“Untuk 2034, Indonesia [ditargetkan] memproduksi 50 GWh baterai untuk roda dua dan empat, serta untuk energy storage system [ESS/sistem penyimpanan daya] untuk men-support pengembangan EBT,” kata Toto.
Pada 2030, sambungnya, pengembangan industri baterai di Indonesia ditargetkan dapat mendukung pencapaian nol emisi karbon melalui adopsi ESS hingga 3,5 GWh.
“Tentu saja dilakukan dengan mengembangkan ekosistem baterai ESS, penyatuan seluruh value chain dari hulu ke hilir. Kami bekerja sama dengan PT Antam untuk integrasi rantai nilai baterai mulai dari tambang-tambang milik PT Antam,” paparnya.
IBC, sambungnya, juga menggandeng CATL Co Ltd untuk investasi integrasi ekosistem baterai listrik dari hulu ke hilir yang akan dimulai pada 10 Desember tahun ini. Namun, dia tidak mengelaborasi berapa nilai modal yang dikucurkan raksasa baterai nomor wahid dunia asal China itu.
(wdh)