Dalam praktiknya, kerja sama pembangungan Kereta Cepat Whoosh merupakan hasil patungan antara Indonesia dan China dengan kepemilikan masing-masing 40%-60%. Indonesia diwiliki BUMN Karya, sedangkan China oleh China Railway Corporation.
Dalam prosesnya, Indonesia dan China tentu memiliki beberapa kesepakatan yang sudah disepakati oleh masing-masing pihak sejak awal. Ini termasuk penggunaan bank milik China, karena dananya sebagian besar dari Negeri Tirai Bambu. Jika pada akhirnya ingin diubah, maka pihak bank nasional perlu bernegosiasi.
"Proyek itu pembiayaan dan operasionalnya menggunakan bank milik Cina. Jadi kalau bank di Indonesia mau bekerja sama, ya harus mengajukan kepada BUMN atau KCIC, begitu saja sederhana," kata Mudrajad.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) Yuddy Renaldi mengatakan transaksi keuangan Kereta Cepat Whoosh saat ini masih dikuasai oleh bank asal China, yakni Industrial and Commercial Bank of China (ICBC).
BJB ingin menjadi bank yang bertanggung jawab atas semua transaksi di Whoosh. Karena itu, Yuddy mengatakan tengah berkomunikasi dengan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
“Kami sudah bertemu dengan direksinya Whoosh, ini uangnya dikuasai oleh China, ICBC, tapi transaksional (dipegang) banking,” ujar Yuddy dalam media briefing Perbanas di Padalarang, Kamis (23/11/2023).
Dia melanjutkan bahwa BJB saat ini menyediakan pembayaran tiket Whoosh, baik melalui QRIS maupun kartu, tetapi aliran transaksi masih berada di bawah kendali ICBC.
"Whoosh ini agak kompleks, uangnya dikuasai oleh bank China ya, ICBC kalau enggak salah, jadi uangnya sepenuhnya dikontrol ICBC, tapi transactional banking bisa kita lakukan, dan BJB sudah ada di sana melalui QRIS maupun dengan beberapa transaksi sifatnya melalui kartu,” ungkapnya.
Di sisi lain, Yuddy mengakui bahwa langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan transaksi tersebut tidaklah mudah.
"Bahkan sebenarnya mereka membuka wacana (kerja sama), tapi prosedurnya memang mohon maaf agak panjang juga," kata Yuddy. Dia menambahkan bahwa pada akhirnya, mereka mungkin tidak menyetujui hal tersebut.
Dalam perkembangannya, KCIC membantah pemberitaan yang menyebut bahwa aliran transaksi Kereta Cepat Whoosh dikuasai oleh Bank China.
Dalam keterangan resminya, KCIC menegaskan semua transaksi keuangan terkait manajemen dan operasional Kereta Cepat dilakukan di Indonesia. Untuk mendukung aktivitas tersebut, KCIC menyebut turut menjalin kerja sama erat dengan sejumlah bank dalam negeri.
Untuk diketahui, Kereta Cepat Whoosh, adalah proyek pertama di Indonesia dan Asia Tenggara hasil kolaborasi antara Indonesia dan Tiongkok, dan didanai oleh China Development Bank (CDB). Dalam menjalankan proyek Kereta Cepat Whoosh ini, KCIC dan CDB bekerja sama dengan tiga bank yang beroperasi di Indonesia di bawah pengawasan Bank Indonesia dan OJK, yaitu BNI, Bank of China, dan ICBC.
"Transaksional bisnis KCIC sebagian besar tetap dilakukan di dalam negeri, sehingga perputaran dana diharapkan tetap memberikan keuntungan yang optimal bagi perekonomian nasional," ujar General Manager Corporate Secretary KCIC Eva Chairunisa.
Selain transaksi keuangan terkait manajemen dan operasional, menurut dia, KCIC juga menjalin kerja sama dengan beberapa bank nasional untuk layanan seperti pemesanan dan pembayaran tiket Kereta Cepat Whoosh, penggajian pegawai, hingga pembayaran mitra-mitra perusahaan.
Dalam pelayanan perbankan kepada penumpang, KCIC bermitra dengan Bank Mandiri, BNI, dan BRI. Sejumlah kolaborasi telah dilakukan, termasuk layanan pemesanan tiket di aplikasi Livin by Mandiri, BRImo, dan pembayaran tiket Whoosh melalui seluruh bank di Indonesia. Penggunaan EDC serta QRIS untuk pembayaran tiket di merchant, mesin pembelian tiket, dan loket stasiun juga telah diintegrasikan.
(lav)