Padahal dalam acara itu, setiap paslon diminta memaparkan visi dan misi juga gagasan serta siap diuji oleh para panelis dari berbagai bidang ilmu.
Sementara Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang digotong oleh Koalisi PDI Perjuangan, juga Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang diusung oleh Koalisi Perubahan, hadir lengkap berdialog dan berdiskusi dengan massa Muhammadiyah serta tangkas menjawab berbagai macam ujian dan pertanyaan dari para panelis dialog.
Dalam beberapa pernyataan pada media, Gibran yang juga anak sulung Presiden Joko Widodo dan lolos jadi cawapres berkat keputusan Mahkamah Konstitusi meski usianya belum 40 tahun, juga cenderung menghindar ketika diminta komentar atau pendapatnya terkait gagasan-gagasan atau isu kebijakan publik yang dilempar baik oleh paslon urutan 1 maupun urutan 3.
Pada saat yang sama, koalisi yang mengusung pasangan nomor urut 2 aktif 'menjual' konten joget 'gemoy' di media sosial yang menampilkan paslon yang mendaftar paling akhir ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu berjoget, juga para petinggi partai koalisi yang juga turut berjoget ria.
Menurut pengamat politik, kecenderungan paslon nomor urut 2 itu yang seperti menghindari eksposur bila menyangkut adu gagasan ataupun diskusi, berbarengan dengan keaktifan para pengusungnya melahirkan aneka gimik yang bagi sebagian orang dinilai dangkal di media sosial, adalah bagian dari strategi meraih atensi publik, terutama pemilih muda Gen Z di bawah 40 tahun.
"Mereka sadar kalau [...] pemilih lebih banyak di bawah umur 40 tahun, [sekitar] 54% dan di usia itu lebih dekat dengan simbol-simbol populer," kata Nyarwi Ahmad, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ketika dihubungi oleh Bloomberg Technoz, Ahad siang (26/11/2023).
Kecenderungan Prabowo dan Gibran yang seperti 'tidak serajin' paslon nomor urut 1 dan 3 menghadiri acara diskusi publik atau uji gagasan, termasuk pernyataan Gibran yang dinilai banyak menghindari kesempatan berbagi gagasan, menurut Nyarwi juga dinilai sebagai kepercayaan diri paslon urutan 2 itu terkait potensi elektabilitas.
"Bisa aja gagasan itu sudah dijadikan dokumen Prabowo-Gibran jadi mungkin itu sudah cukup. Atau Gibran mungkin sudah percaya diri [dengan hasil] berbagai lembaga survei [menyebut] suara Prabowo-Gibran 40%. Mungkin belum minat untuk diskusi lain," jelas Nyarwi.
Sementara itu, dalam pandangan Okky Madasari, novelis dan akademisi asal Magetan, Jawa Timur, yang kini bermukim di Singapura, sekarang ada semacam mitos bahwa seakan-akan sosok yang hobi joget, dinilai menggemaskan dan lucu, merupakan sosok yang layak dipilih karena ia dianggap sebagai cerminan anak muda Gen Z hari ini.
"Saya sedih melihat tren fenomena gemoy [di mana] dia merasa Gen Z adalah [pemilih] yang tidak peduli dengan gagasan, dianggap anak muda hanya peduli pada tampilan lucu-lucuan dan viral, itu pembodohan dan penghinaan pada akal sehat kita. Bukan pemimpin gemoy yang kita butuhkan tapi memang pemimpin yang bisa hadirkan gagasan-gagasan untuk kemajuan kita," kata Okky dalam diskusi di Fakultas Hukum UGM.
Sebelumnya, Koordinator Pemilih Pemula TKD DKI Jakarta, Joedea Aris Theofilus menyatakan, timnya akan bergerak merangkul pemilih muda.
Menurut data KPU, ada sekitar 800 ribu pemilih pemula di DKI Jakarta. Joedea menekankan, Bidang Pemilih Pemula yang dipimpinnya akan melakukan pendekatan politik yang ceria kepada para pemilih pemula di 2024
“Pendekatan pasti berbeda dengan generasi yang lain, kita akan bawa dengan ringan namun tentunya tetap berbobot dan berisi, ya pasti dengan ceria, santun, dan santuy dong,” kata dia, Sabtu (25/11/2023).
Joedea juga mengatakan bahwa keunggulan Prabowo-Gibran di kalangan pemilih pemula dalam berbagai survei menjadi pemacu mereka untuk terus bergerak guna menjaga keunggulan tersebut.
(rui)