Logo Bloomberg Technoz

“Penerapan teknologi nyamuk ber-Wolbachia sudah melalui kajian dan analisis risiko dengan melibatkan 25 peneliti top Indonesia, dan hasilnya bagus, sudah diujicobakan di Yogyakarta sekitar 5-6 tahun lalu dan hasilnya sangat menggembirakan” kata Dirjen Maxi sebagaimana keterangan resmi dikutip Sabtu (15/11/2023).

Teknologi ini pada prinsipnya memanfaatkan bakteri alami Wolbachia yang banyak ditemukan pada 60% serangga. Bakteri itu selanjutnya dimasukkan dalam nyamuk aedes aegypti hingga menetas dan menghasilkan nyamuk aedes aegypti ber-Wolbachia. Dengan demikian, perlahan populasi aedes aegypti berkurang dan berganti menjadi nyamuk aedes aegypti ber-Wolbachia.                                                     
                                                                                
Bila menggigit, nyamuk aedes aegypti ber-Wolbachia tidak akan menularkan virus demam berdarah kepada manusia. Sebab, perkembangan virus dengue tersebut berhasil dihambat oleh bakteri Wolbachia.  
                                                                          
Hasil kajian dan efektivitas ini selanjutnya kata dia dikirim ke Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan akhirnya pada tahun 2021 nyamuk ber-Wolbachia direkomendasikan oleh WHO. 

Kementerian Kesehatan selanjutnya memutuskan untuk memperluas area penyebaran nyamuk Wolbachia di lima kota di Indonesia. Lima kota itu di antaranya Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang dan Kupang.

Maxi mengatakan, kendati telah menunjukkan hasil yang baik, pelaksanaan nyamuk ber-Wolbachia tetap memerlukan monitoring dan evaluasi secara berkala guna mengetahui perkembangan dari penyebaran nyamuk ber-wolbachia. 

Kemenkes mengeluarkan Buku Pedoman Penanggulangan Dengue dengan metode nyamuk ber-wolbachia di 5 kota untuk memastikan implementasi Wolbachia berjalan baik sesuai dengan penelitian di Yogyakarta. 

Peneliti nyamuk dengan Wolbachia Universitas Gadjah Mada Prof Adi Utarini mengatakan bahwa penyebaran dengue di Kota Yogyakarta telah berjalan efektif sejak tahun 2016. 

Terbukti, daerah yang disebar nyamuk ber-Wolbachia terbukti mampu menurunkan angka kejadian demam berdarah hingga 77% dan angka perawatan rumah sakit juga turun 86%.

Kata dia, merujuk pada data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tahun 2023, kasus demam berdarah dengue tercatat hanya di angka 67 kasus. Jumlah ini merupakan yang terendah selama 30 tahun terakhir. 

“Kami membandingkan kecenderungan dengue di Yogyakarta mundur 30 tahun, dari situ kami menyimpulkan memang angka kejadian dengue saat ini terendah sejak 30 tahun lalu. Hasil ini menjadi bukti penelitian di Yogyakarta sekaligus rekomendasi ke WHO untuk vector control advisory Group,” kata Adi Utarini.

Selain menurunkan angka kejadian dengue, penyebaran nyamuk ber-Wolbachia disebut juga berhasil menekan anggaran penanganan dengue Kota Yogyakarta. 

“Karena tingginya kasus, fogging yang semula bisa 200 kali di tahun 2022, tapi kini bisa 9 kali di tahun ini. Penghematannya bisa sekitar 200-an juta, sehingga biayanya bisa di realokasi untuk hal lain,” kata Prof Adi Utarini. 

Penurunan jumlah kasus dengue yang dirawat inap juga diperkirakan akan menghemat biaya perawatan pasien dengue yang menggunakan BPJS Kesehatan. Tahun 2017-an di satu kabupaten setidaknya kata dia dahulu bisa Rp 8-9 miliar untuk dengue. Denga turunnya pasien rawat inap maka bisa menghemat perawatan pasien.

(ezr)

No more pages