Isu tersebut belum lama ini diakui langsung oleh Presiden Joko Widodo. Dia tidak menampik keputusan impor pangan pokok, termasuk beras, bukanlah perkara mudah akibat harga dunia yang sedang naik lantaran banyak negara produsen menahan stoknya.
“Impor beras sekarang ini tidak mudah sebetulnya. Mereka [negara produsen beras] itu mau pegang [stoknya untuk kebutuhan dalam negeri] semuanya sekarang. Kita mau impor 500.000 ton [beras] saja cari ke negara-negara yang biasanya stoknya menumpuk, sekarang mereka enggak mau keluarin. Mereka tahu tahun ini akan ada El Nino,” ujar Kepala Negara medio pekan lalu, di tengah Rakornas Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) 2023 pada Kamis (23/02/2023).
Menyitir laporan terakhir indeks harga pangan Organisasi Pangan dan Agrikultura Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO), rerata harga beras dunia terkerek naik dipicu oleh stok yang mulai terkikis di negara-negara produsen utama.
Berbanding lurus dengan hal itu, ideks harga serealia pada Januari 2023 mencapai 147,4 poin alias naik 0,1% secara month to month (mtm) dan 4,8% secara year on year (yoy). Menurut catatan FAO, kenaikan tersebut terutama dipicu harga beras dunia yang melesat 6,2% mtm.
“Penyebabnya adalah stok yang menipis akibat permintaan lokal yang kuat di beberapa negara pengekspor [beras] utama di Asia serta imbas pergerakan nilai tukar,” tutur lembaga PBB itu dalam laporannya.
Tidak hanya beras, risiko harga tinggi juga terjadi di sektor pergulaan. Harga gula dunia pada 2023 diproyeksi makin mahal, padahal pasok komoditas manis tersebut ditaksir mengalami surplus untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir.
Harga komoditas gula di bursa berjangka memecahkan rekor tertinggi dalam enam tahun sejak awal Februari, mengutip laporan Bloomberg.
Brasil, selaku eksportir gula nomor wahid dunia, ditaksasi memecahkan rekor panennya pada Apri tahun ini. Namun, sebelum periode tersebut tiba, stok gula dunia untuk saat ini terus mengalami penyurutan.
Di tengah seretnya pasok gula dunia, India—selaku salah satu produsen gula terbesar dunia—pun terpaksa memangkas ekspornya. Tidak hanya itu, pabrik-pabrik gula di Negeri Bollywood mulai beralih memproduksi etanol untuk memenuhi permintaan dari China.
“Kekhawatiran terbesar saat ini adalah ketatnya pasokan di tingkat global. Untuk saat ini, semua tergantung pada tambahan ekspor dari India. Namun, jika sampai Brasil mengalami gangguan, maka pasar [gula] dunia akan kisruh,” ujar direktur operasional Meir Commodities India Pyt, Rahil Shaikh.
Masalah tersebut, lanjutnya, berimbas kepada Indonesia, selaku salah satu importir terbesar gula, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun industri. Industri makanan olahan—seperti minuman berpemanis dan mi instan—mulai khawatir terhadap tekanan harga gula dunia.
Menurut Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI), perusahaan-perusahaan di Indonesia mulai berpikir untuk mencari pemasok alternatif dari Brasil dan Australia, untuk mengatasi isu kurangnya suplai dari India.
Somit Banerjee, kepala trading di Al Khaleej Sugar Co. yang berbasis di Dubai, mengatakan di berbagai belahan dunia mulai terjadi spekulasi berlebihan yang turut memicu reli harga gula.
Dari sisi suplai, banyak produsen yang beralih memproduksi serealia karena dianggap lebih menguntungkan ketimbang tebu dan bit. “Harga gabah di berbagai negara kini lebih tinggi dibandingkan dengan harga tebu dan bit,” ujarnya.
Potensi gangguan lainnya juga datang dari tren gangguan pasok global pada komoditas sumber protein hewani; daging sapi. Pemicunya, Brasil –eksportir daging sapi terbesar dunia– tengah diterpa wabah sapi gila.
Negeri Samba, padahal, merupakan penyuplai alternatif impor daging beku bagi Indonesia.
Kasus sapi gila atau bovine spongiform encephalopathy dikonfirmasi oleh Kementerian Pertanian Brasil pada Rabu pekan lalu, yang memicu negara tersebut untuk menyetop pengapalan daging ke luar negeri.
Pemerintah Waswas
Di dalam negeri, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, kendati inflasi di dalam negeri masih terkendali, pemerintah tetap waswas menghadapi berbagai risiko lonjakan harga pangan yang mungkin terjadi saat Ramadan dan Idulfitri.
“Dalam [rapat] TPIP [Tim Pengendalian Inflasi Pusat], didiskusikan agenda strategis untuk menghadapi Lebaran, seperti [menjaga target inflasi] 3%+/- 1%, memperkuat kebijakan dan menjaga stabilitas [harga pangan], menjaga ketersediaan volatile food selama Hari Besar Keagamaan, memperkuat pertahanan pangan, dan memperkuat komunikasi,” ujarnya dalam Konferensi Pers High Level Meeting TPIP.
Dia menambahkan pemerintah dan bank sentral sudah menyiapkan beberapa program pengendalian inflasi jelang Ramadan. Misalnya, Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dari Bank Indonesia, yang sejauh ini diklaim telah berhasil menurunkan inflasi sebesar 11,7% pada tahun lalu menjadi sekitar 5,61%.
Ke depannya, pemerintah dan otoritas moneter juga akan mendorong sinergi agar inflasi indeks harga konsumen (IHK) tetap dalam sasaran 2023.
Sekadar catatan, BI optimistis inflasi inti akan bergerak paling tinggi di level 3,6% yoy pada semester I-2023, sedangkan Indeks Harga Konsumen (IHK) akan kembali turun di bawah 4% yoy pada semester II-2022 dengan estimasi level tertinggi 3,5% yoy.
Terkait dengan upaya kementerian teknis dalam mengantisipasi anomali harga pangan jelang dan saat Ramadan, Presiden Joko Widodo sebelumnya juga telah memanggil Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo ke Istana Kepresidenan.
Menteri yang akrab disapa SYL itu melaporkan status terkini produksi panen raya beras di Tanah Air, yang akan jatuh pada periode Februari—Maret di berbagai sentra produsen padi dan gabah.
“Dari data BPS [Badan Pusat Statistik], untuk Februari saja [luasan panen raya mencapai] kurang lelbih 1 juta hektare. Kemudian, untuk Maret ada 1,9 juta hektare. Itu baru awal panen raya," ujarnya.
Syahrul memastikan serapan pemerintah untuk produsi saat panen raya akan dimaksimalkan guna menjaga stabilitas harga. Dia pun berharap harga beras terjaga di tingkat konsumen, tetapi juga tidak anjlok di tingkat produsen guna menjaga daya beli petani.
(wdh/roy)