Logo Bloomberg Technoz

Sorotan terhadap Ditjen Pajak kian intens kala beredar pemberitaan soal komunitas motor gede (moge) di institusi tersebut. Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo terlihat mengendarai sepeda motor berharga mahal itu.

Sri Mulyani pun memerintahkan sang dirjen untuk membubarkan komunitas tersebut. Bendahara Negara menegaskan gaya hidup seperti itu tidak layak ditunjukkan oleh pejabat publik.

“Jelaskan dan sampaikan kepada masyarakat/publik mengenai Harta Kekayaaan Dirjen Pajak dan dari mana sumbernya seperti yang dilaporkan pada LHKPN,” tulis Sri Mulyani dalam unggahan di Instagram dengan akun @smindrawati.

“Bahkan apabila Moge tersebut dibeli dengan uang halal dan gaji resmi, mengendarai dan memamerkan Moge bagi Pejabat/Pegawai Pajak dan Kemenkeu telah melanggar azas kepatutan dan kepantasan publik. Ini mencederai kepercayaan masyarakat,” sambungnya.

Sri Mulyani benar adanya. Publik memang dibuat tidak nyaman dengan perilaku para petugas pajak maupun keluarganya. Saat wajib pajak bekerja keras dan sebagian penghasilannya harus disisihkan untuk negara, fiskus hidup dengan kemewahan.

Sorotan ini terjadi dekat dengan masa waktu penyerahan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak. Untuk wajib pajak Orang Pribadi, tenggat waktunya adalah 31 Maret sementara Badan adalah 30 April.

Tidak sedikit yang kemudian berkeluh kesah di media sosial. Menyesal membayar pajak, karena hasilnya dinikmati para fiskus dan keluarga untuk berfoya-foya.

Akan tetapi, jika pandangan ini kian masif dan menjadi kenyataan maka dampaknya akan luar biasa merusak. Sebab, pajak adalah tulang punggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dalam APBN 2023, target penerimaan perpajakan (pajak, kepabeanan, dan cukai) adalah Rp 2.021,2 triliun, tertinggi sepanjang sejarah. Jumlah tersebut setara dengan 82,06% dari total penerimaan negara dan hibah.

Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan

Tanpa setoran pajak, negara tidak punya modal untuk mendanai berbagai program dan proyek pembangunan yang hasilnya bisa dinikmati masyarakat. Misalnya subsidi, yang dibutuhkan untuk menjaga agar harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak melonjak tinggi saat harga minyak dunia melesat.

Mengacu Keputusan Menteri ESDM No 62.2020, harga keekonomian BBM jenis Pertalite (RON92) adalah 99,21% dari Mean Oil Platts Singapore (MOPS) atau Argus Mogas 92. Harga MOPS untuk pengiriman Februari 2023 adalaah US$ 107,57/barel.

Satu barel setara dengan 158,99 liter sehingga harga MOPS ekuivalen US$ 0,67/liter. Sepanjang bulan ini, rata-rata kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) adalah Rp 15.123,74/US$. Jadi harga keekonomian Pertalite ada di Rp 10.132,91/liter.

Namun harga itu belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11% dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) 5%. Jadi harga jual Pertalite harusnya adalah Rp 11.753,72/liter.

Saat ini masyarakat bisa membeli Pertalite seharga Rp 10.000/liter. Selisihnya dibayarkan oleh negara dalam bentuk subsidi. 

Dalam APBN 2023, anggaran subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp 339 triliun yang uangnya datang dari para pembayar pajak. Tanpa kontribusi wajib pajak, maka harga BBM akan lebih mahal sehingga membuat inflasi meninggi.

Tahun lalu, inflasi di Indonesia tercatat 5,51%. Ini adalah yang terendah kedua di antara negara-negara ASEAN-5, salah satunya karena harga BBM yang masih relatif terjangkau meski sempat ada kenaikan.

Sumber: Departemen Riset Bloomberg Technoz, diolah

Pajak juga menjadi modal untuk membiayai berbagai pelayanan publik. Harus diakui bahwa pelayanan publik di Indonesia masih sangat perlu diperbaiki.

Dalam E-Government Survey 2022 terbitan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), skor E-Government Development Index (EDGI) Indonesia adalah 0,716. Indonesia menempati peringkat 77, di bawah beberapa negara tetangga seperti Thailand (55), Malaysia (53), Brunei Darussalam (68), dan Singapura (12).

Apalagi rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau tax ratio di Indonesia masih rendah. Bank Dunia mencatat tax ratio Indonesia pada 2020 hanya 8,3% pada 2020. Masih di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia (10,9%), Thailand (14,5%), Singapura (12,9%), dan Filipina (14%).

Melihat laporan E-Government Survey 2022, rasanya ada hubungan antara negara-negara dengan pelayanan publik yang baik dan penerimaan pajak. Denmark adalah negara teratas di ranking laporan tersebut, dan pada 2020 tax ratio di negara Skandinavia itu 34,1%. 

Finlandia menempati posisi kedua di E-Government Survey 2022, dan pada 2020 memiliki tax ratio 19,8%. Sedangkan Swedia di urutan ketiga membukukan tax ratio 26,6%. 

“Negara-negara berkembang mengumpulkan pajak 15% dari PDB, sementara negara-negara maju bisa mencapai 40%. Kemampuan mengumpulkan pajak adalah kunci bagi sebuah negara untuk membiayai kebutuhan rakyat seperti kesehatan, pendidikan, kelistrikan, jalan raya, dan lainnya. Tingkat pengumpulan pajak yang rendah akan membuat pembangunan terancam,” tulis makalah yang ditulis Bernardin Akitoby (Asisten Direktur Dana Moneter Internasional/IMF) pada Maret 2018.

(aji)

No more pages