“Memang motor itu di belahan dunia lain tidak sedominan di Indonesia. Artinya, kalau bicara baterai motor sendiri, itu populasinya lebih kecil lagi,” ujarnya.
Pemerintah juga tengah mengundang berbagai pemodal untuk berinvestasi di bidang pengembangan baterai motor listrik di Indonesia.
Tidak hanya motor listrik, baterai yang terbatas juga menjadi tantangan dari produksi mobil listrik. Menurut Erick, jumlah produksi mobil listrik belum bisa mengimbangi permintaan karena terhambat oleh ketersediaan baterai.
Dengan demikian, aturan turunan dari Perpres No. 55/2023 dinilai sebagai solusi untuk pengembangan kendaraan listrik di Indonesia, salah satunya unik mendorong investasi.
“Makanya pemerintah mengeluarkan [turunan] Perpres 55 dan mendorong makin banyak investasi di Indonesia, baik di mobil dan baterai termasuk insentif supaya mendorong demand. Kalau bisa misalnya seluruh mobil di Indonesia nanti 50% jadi listrik,” ujarnya.
Erick menjelaskan, aturan turunan tersebut juga akan mengatur tentang banyak aspek dan ditargetkan selesai sebelum pelaksanaan COP 28 pada 30 November hingga 12 Desember 2023.
“Maunya [sebelum COP 28], tetapi kalau di Indonesia kalau tanda tangan perpres, masing-masing menteri [bisa] 2 minggu [hingga] sebulan,” ujar Erick.
(dov/wdh)