Logo Bloomberg Technoz

Tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, adapun rilis data ekonomi AS tampak memberi sinyal bahwa ekonomi sedang melambat namun cukup kuat untuk menghindari resesi.

Data pemesanan barang thaan lama (durable goods) pada Oktober turun 5,4% dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Septeber, masih terjadi kenaikan 4%.

“Ini adalah penurunan bulanan paling parah kedua sejak April 2020, utamanya disebabkan oleh penurunan permintaan peralatan transportasi,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.

Tren kenaikan suku bunga juga mungkin akan terhenti di Eropa, menurut Gubernur Bank Sentral Prancis, Francois Villeroy de Galhau, Bank Sentral Eropa (ECB) tidak akan menaikkan suku bunga acuan lagi, kecuali ada peristiwa yang tidak terduga.

"Mengesampingkan beberapa kejutan, saya tidak berpikir ECB akan menaikkan suku bunga lagi," kata Villeroy di televisi France 5, seperti yang diwartakan Bloomberg News.

"Penurunan bertahap dalam suku bunga akan datang suatu hari nanti, tetapi kita belum sampai di sana,” lanjutnya.

Villeroy juga menyambut tren disinflasi yang kuat dalam beberapa bulan terakhir dan mengatakan bahwa ECB seharusnya mendorong soft landing jika memungkinkan.

Sementara itu, investor juga akan memfokuskan perhatian pada pasar properti China, setelah langkah-langkah yang bertujuan mendukung sektor tersebut menguatkan saham-saham para pengembang pada awal minggu ini.

Menurut sumber yang menyebutkan, China mungkin akan mengizinkan bank-bank memberikan pinjaman tanpa jaminan jangka pendek kepada pengembang yang memenuhi syarat. Hal ini sebagai upaya terbaru untuk meredakan masalah properti negara tersebut.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repurchase Rate di level 6%, sesuai dengan ekspektasi pasar.

Hasil konsensus ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan suku bunga acuan bertahan di 6%. Dari 31 ekonom yang terlibat pembentukan konsensus, hanya 4 yang memperkirakan suku bunga acuan naik 25 basis poin menjadi 6,25%.

Menurut BI, keputusan ini tetap konsisten dengan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor, sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3,0%±1% pada 2023 dan 2,5%±1% pada 2024.

BI juga mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini di 4,5-5,3% namun pertumbuhan ekonomi tahun depan diyakini akan membaik tahun depan di dorong oleh belanja yang berkaitan dengan Pemilu dan pelaksanaan berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG menguat 1,4% ke 7.004 dan disertai dengan munculnya volume pembelian.

“Saat ini, posisi IHSG diperkirakan sedang membentuk wave v dari wave (i) dari wave [iii], sehingga pergerakan IHSG masih berpeluang menguat ke rentang 7.019-7.050,” papar Herditya dalam risetnya.

Herditya juga memberikan catatan, penguatan IHSG ini akan lebih terkonfirmasi apabila IHSG mampu menembus area resisten terdekatnya di 7.011 secara valid. Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham CTRA, NCKL, SMRA dan WIFI.

Kemudian, Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, IHSG rawan mengalami profit taking hari ini. 

“Tanpa ada arahan yang jelas dari bursa global dan indikasi overbought oleh Stochastic RSI, IHSG rawan mengalami profit taking.  IHSG diperkirakan terkonsolidasi dengan kecenderungan melemah ke kisaran 6.950,” tulisnya.

Melihat hal tersebut, Phintraco merekomendasikan saham-saham BBRI, MNCN, SCMA, AKRA, MAPI, BDMN dan ASSA.

(fad/aji)

No more pages