Logo Bloomberg Technoz

Teten melanjutkan, setidaknya terdapat 3 dasar hukum yang menjadi landasan untuk menindaklanjuti arahan Jokowi mengenai penghapusan tagihan. Pertama, Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2023 Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yang menyebutkan bahwa dapat dilakukan penghapusan tagihan.

Kedua, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM yang menyebutkan bahwa pemulihan meliputi restrukturisasi kredit, restrukturisasi usaha bantuan permodalan.

Ketiga, Peraturan OJK No.32/POJK03/2018 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dan Penyediaan Dana Besar bagi Bank Umum. Dalam peraturan ini, kata Teten, salah satu upaya penyelesaian kredit macet adalah restrukturisasi kredit. 

Dengan demikian, pemerintah dalam rapat kabinet memang telah memutuskan untuk melaksanakan penghapusan tagihan untuk KUR dengan batas tagihan Rp500 juta.

Adapun, usulan kriteria untuk penghapusan tagihan adalah debitur dengan status UMKM sebagaimana termaktub dalam PP 7/2021, piutang telah macet masuk ke golongan 5 dan sudah dilakukan hapus buku, serta debitur masih memiliki niat untuk melanjutkan dan mengembangkan usaha.

“Kriteria lain debitur telah meninggal dunia dan tidak memiliki ahli waris pihak ketiga yang dapat menyelesaikan kreditnya, minimal usia hapus buku 10 tahun,” ujar Teten.

Namun, penghapusan tagihan tersebut masih harus menunggu penyelesaian Rancangan PP (RPP) untuk pelaksanaan penghapusan kredit Rp500 juta ke bawah yang tengah dibahas di Kementerian Keuangan.

“Ya ini kalau misalnya RPP selesai dari Kemenkeu, bank sudah bisa dengan sendirinya [penghapusan tagihan]. Itu sudah cepat kok tidak akan lama, ini hanya dihapus tagihkan. Hapus bukunya sudah. Hapus tagihan dan itu tidak perlu ada fiskal baru karena ini lewat cadangan bank,” ujarnya.

“Nah RPP itu diperlukan supaya nanti penghapusan tagih oleh pihak perbankan ini tidak menjadi masalah hukum juga untuk mengurangi penyimpangan,” tutupnya.

(dov/wdh)

No more pages