BI terus memperkuat daerah makro daerah dan sistem pembayaran, untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Stabilisasi nilai tukar rupiah intervensi di pasar valas, baik di pasar spot maupun melalui domestik non delivery forward (DNDF).
2. Penguatan strategi pro-market untuk efektivitas kebijakan moneter dan pendalaman pasar uang serta pengelolaan aliran modal asing, termasuk optimisasi rupiah BI sekuritas valas SRBI serta penerbitan sukuk valas
3. Peningkatan efektivitas kredit likuiditas makroprudensial melalui penguatan sosialisasi komunikasi dan koordinasi pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kementerian/lembaga, perbankan, dan pelaku usaha, untuk terus mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan perbankan ke sektor prioritas.
4. Transparasi suku bunga dasar kredit dengan fokus pada suku bunga kredit sektor ekonomi.
5. Percepatan digitalisasi pembayaran untuk terus mendorong ekosistem, ekonomi keuangan digital nasional melalui peningkatan efektivitas implementasi kebijakan QRIS tuntas maupun merchandise QRIS untuk usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) serta perluasan QRIS antarnegara.
Hasil konsensus ekonom yang disurvei oleh Bloomberg sampai Rabu (22/11/2023) siang, memprediksi suku bunga acuan bertahan di 6%. Dari 31 ekonom yang terlibat dalam pembentukan konsensus, harga 4 yang memperkirakan suku bunga acuan naik 25 basis poin (bps) menjadi 6,25%.
Suku bunga kebijakan, lanjut Perry, ditetapkan berdasarkan perkiraan inflasi 2 tahun ke depan. Andai melihat inflasi saat ini saja, dan mempertimbangkan faktor domestik belaka, maka bukan tidak mungkin ada ruang menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate.
"Kalau kita melihat inflasi sekarang rendah, pertumbuhan cukup baik. Kalau hanya mempertimbangan dalam negeri saja, kan ada ruang untuk menurunkan? Namun ke depan, ada beberapa risiko," tegas Perry.
(dec/lav)