Tak hanya sampai di situ, liabilitas atau utang yang ditanggung Sritex juga tergolong jumbo, mencapai US$1,54 miliar atau setara dengan Rp24,11 triliun. Rinciannya utang jangka pendek US$106,41 juta dan utang jangka panjang US$1,44 miliar.
Jumlah utang yang menggunung tersebut juga melampaui nilai total aset Sritex yang hanya tercatat sebesar US$653,51 juta. Nilai aset ini turun 14,52% dibandingkan dengan Desember 2022 kemarin.
Adapun berdasarkan pengumuman otoritas Bursa Efek Indonesia sebelumnya tertanggal 18 Mei 2021 perihal Penghentian Sementara Perdagangan Efek PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), maka, masa suspensi saham SRIL telah mencapai 30 bulan pada tanggal 18 November 2023.
Sesuai peraturan otoritas, saham masuk daftar penghapusan dari papan perdagangan (delisting) salah satunya jika sudah mengalami suspensi selama 24 bulan.
Mengingat masa suspensi saham perusahaan sudah melebihi tenggat waktu. BEI telah memperingatkan potensi delisting kepada saham SRIL, yang tengah parkir pada harga Rp146/saham sejak 2021 silam.
Mencermati lebih jauh, harga saham IPO SRIL kala itu Rp240/saham yang efektif pencatatan perdana tertanggal 7 Juni 2013, apabila investor masih menyimpan dana investasinya di saham SRIL semenjak IPO, maka investor masih nyangkut selama 2,5 tahun dengan kerugian di atas kertas sebesar 39,17%.
Bahkan, harga saham SRIL pernah menyentuh puncaknya di 31 Juli 2015 pada harga Rp470/saham, maka investor loss mencapai 68,94% dari harga tertingginya.
(fad/aji)