Dia menambahkan, penerbitan di pasar seperti Malaysia dan Indonesia juga cenderung menurun menjelang akhir tahun, yang mungkin memperkuat pergerakan kurva yang mendatar.
Pergerakan yang mendatar ini diperkirakan akan berlanjut pada kuartal ini, seiring dengan imbal hasil jangka panjang yang terus menurun akibat berkurangnya tekanan harga. Thailand mencatat angka deflasi pertamanya dalam hampir dua tahun bulan lalu, sementara inflasi Indonesia telah kembali berada dalam target bank sentral sebesar 2-4%.
Di Malaysia, harga konsumen naik pada laju paling lambat sejak Maret 2021 pada September. Malaysia akan merilis angka inflasi bulan Oktober pada Jumat, yang diperkirakan tidak banyak berubah dari bulan sebelumnya.
Hal ini berarti para pengambil kebijakan kemungkinan besar akan menahan diri untuk tidak menaikkan suku bunga lebih lanjut. Mayoritas analis dalam survei Bloomberg melihat Bank Indonesia tetap mempertahankan suku bunga Kamis ini, sementara Bloomberg Economics memperkirakan Bank Sentral Thailand akan menahan diri pada pertemuan 29 November.
Bank-bank sentral negara-negara berkembang di Asia kemungkinan akan memberi sinyal untuk berhenti bersikap hawkish dalam waktu dekat karena para pengambil kebijakan mungkin enggan mengirimkan sinyal dovish sebelum The Fed melakukannya, karena hal ini akan menjadi beban bagi mata uang mereka.
Ada juga faktor-faktor lokal lain yang akan membantu mendukung perataan kurva imbal hasil di kawasan ini.
Di Malaysia, imbal hasil jangka pendek mungkin tetap tinggi karena kondisi keuangan menjadi lebih ketat. Tingkat suku bunga interbank dalam tiga bulan naik ke level tertinggi dalam sembilan bulan. Imbal hasil jangka panjang di Thailand juga telah turun dari level tertinggi baru-baru ini di tengah spekulasi bahwa pemerintah akan mengurangi program pemberian bantuan tunai sebesar US$14 miliar atau setara Rp218 triliun.
(bbn)