Seperti diketahui, rupiah selama ini lebih banyak tertekan sentimen eksternal yang membuat dolar AS makin perkasa. Namun, setelah nyaris menjebol level psikologis Rp16.000/US$ akhir Oktober lalu, rupiah kini sudah jauh lebih stabil dengan pergerakan rata-rata di Rp15.647/US$ selama November.
Level itu sudah lebih kuat dibanding rata-rata pergerakan selama Oktober di kisaran Rp15.755/US$. Langkah mengejutkan BI menaikkan BI7DRR bulan lalu juga karena membantu rupiah agar tidak semakin terpuruk.
Defisit Transaksi Berjalan
Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan pada kuartal III-2023 di angka lebih rendah ketimbang konsensus pasar yaitu sebesar US$859,6 juta. Bolong yang lebih kecil ketimbang perkiraan itu adalah berkat kenaikan pendapatan sektor pariwisata menjadi US$4,38 miliar sehingga defisit perdagangan jasa berkurang menjadi US$4,11 miliar. Selain itu, penurunan repatriasi dividen untuk pemodal nonresiden juga tercatat turun.
Defisit transaksi berjalan RI diprediksi akan mencapai 0,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini dan tahun depan sebesar 0,9% dari PDB, menurut proyeksi Samuel Sekuriitas. "Defisit transaksi berjalan yang lebih rendah dari perkiraan akan memicu BI mempertahankan BI7DRR di angka 6% pada [pengumuman hasil] RDG hari Kamis esok," kata Lionel Priyadi, Macro Strategist Samuel Sekuritas.
Sementara itu dalam analisis Bahana Sekuritas, meskipun defisit transaksi modal dan finansial tercatat turun pada kuartal III lalu yaitu dari US$4,8 miliar menjadi US$300 juta, terlihat ada penurunan posisi investasi langsung dan portofolio masing-masing mencapai 30,3% secara kuartalan (quarter-to-quarter/qoq) dan 18,9% qoq. Penurunan terlihat dari arus keluar investasi asing baik di pasar saham maupun obligasi yang mencapai US$2,5 miliar selama periode Juli-September.
"Ke depan, neraca keuangan mungkin akan menghadapi dampak negatif dari kenaikan imbal hasil obligasi global dan periode Pemilu," kata Satria Sambijantoro dan Drewya Cinantyan, analis dan ekonom Bahana Sekuritas, yang memprediksi neraca pembayaran RI akan defisit 0,2% dari PDB pada tahun ini dan defisit 0,4% dari PDB pada 2024 nanti.
"Kekhawatiran kami adalah defisit neraca pembayaran RI yang terus menerus bisa berlanjut pada 2024 dan potensi adanya mismatch antara permintaan dan pasokan valas sehingga BI harus tetap membuka opsi kenaikan bunga acuan lebih lanjut," jelas Satria.
Ekonom Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson dalam analisis terbaru memperkirakan BI masih akan menahan bunga acuan di 6% pada 23 November esok sejurus dengan rupiah yang mulai kalem karena sinyal berakhirnya siklus kenaikan bunga acuan The Fed.
Namun, dalam kacamata ekonom, opsi kenaikan BI7DRR lebih lanjut tidak berarti pupus sama sekali karena rupiah yang masih belum sepenuhnya hilang kerentanan. Selain itu, langkah BI menaikkan target inflasi tahun depan juga perlu menjadi perhatian.
"BI menaikkan proyeksi inflasi tahun depan menjadi 3,2%, lebih dekat ke batas atas target 2024 yang di kisaran 1,5%-3,5%," kata Tamara.
Sampai siang hari ini pukul 11:50 WIB, rupiah spot masih melemah ke kisaran Rp15.580/US$, atau melemah hampir 1% dari posisi penutupan kemarin.
Pelemahan rupiah sejauh ini menjadi yang terdalam di Asia, disusul oleh won Korea Selatan yang melemah 0,67% dan dolar Taiwan 0,65%. Valuta negeri jiran juga melemah seperti ringgit yang tergerus 0,36% dan peso Filipina yang turun nilainya 0,2%.
(rui/aji)