Logo Bloomberg Technoz

Tim Research Phillip Sekuritas Indonesia memaparkan, namun investor masih mempunyai kekhawatiran bahwa rilis data ekonomi AS yang akan datang tidak hanya memperlihatkan perlambatan ekonomi tapi juga ekonomi yang berada di tepi jurang resesi.

“Di pasar valuta Asing (Valas), nilai tukar mata uang USD merosot ke level terendah dalam dua setengah bulan dengan Dollar Index berada di level terendah sejak tanggal 31 Agustus,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.

Sementara itu, dari sisi makroekonomi, data Leading Economic Indicator AS yang di rilis oleh the Conference Board turun 0,8% di Oktober, sedikit lebih rendah dari estimasi dengan penurunan 0,7% dan memperpanjang penurunan menjadi 19 bulan berturut-turut.

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, mereka (Pejabat The Fed) sepakat untuk  "Melangkah dengan hati-hati" dalam menentukan pergerakan suku bunga acuan di masa depan dan mendasarkan pengetatan lebih lanjut pada kemajuan menuju target inflasi.

"Semua peserta sepakat bahwa komite berada dalam posisi untuk melangkah dengan hati-hati dan bahwa keputusan kebijakan pada setiap pertemuan akan terus didasarkan pada totalitas informasi yang masuk," menurut risalah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) 31 Oktober–1 November yang dirilis di Washington, Rabu (22/11/2023) waktu setempat.

Pada September, pejabat The Fed sebelumnya memperkirakan bahwa suku bunga acuan akan naik seperempat poin lagi pada akhir tahun.

Priya Misra, Manajer Portofolio di JPMorgan Asset Management, mengatakan, risalah tersebut memiliki nada Dovish. Misra melanjutkan, "Setiap kali mereka berbicara tentang kekuatan, mereka juga berbicara tentang kelemahan."

Dalam risalah tersebut, The Fed menyatakan bahwa kebijakan moneter ketat masih diperlukan mengingat tingkat inflasi yang masih berada di atas target The Fed di 2%.

The Fed mengistilahkan kondisi inflasi di AS dengan “Stubborn Inflation”. Akan tetapi, The Fed juga menegaskan petunjuk kemungkinan menahan suku bunga acuan di level 5,25%–5,5% dalam FOMC Desember 2023 mendatang.

Dari dalam negeri, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tercatat kembali defisit di kuartal III-2023. Sama halnya, transaksi berjalan serta transaksi modal dan finansial juga sama-sama membukukan angka minus.

Bank Indonesia (BI) melaporkan NPI pada kuartal III-2023 mengalami defisit US$ 1,5 miliar. Meski mencatat angka defisit, pencapaian ini jauh lebih baik dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang minus mencapai US$ 7,4 miliar.

Transaksi berjalan pada kuartal III-2023 juga membukukan defisit, senilai US$ 0,9 miliar atau setara dengan 0,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Melandai dibandingkan defisit pada kuartal sebelumnya yang sebesar US$ 2,2 miliar (0,6% PDB).

Sementara transaksi modal dan finansial pada kuartal III-2023 mengalami defisit US$ 0,3 miliar (0,1% PDB). Membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang defisit mencapai US$ 4,8 miliar (1,4% PDB). 

Rendahnya defisit transaksi modal dan finansial ini didukung oleh berlanjutnya investasi langsung sebagai cerminan dari tetap terjaganya persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi dalam negeri.

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG terkoreksi 0,47% ke 6.962 disertai dengan munculnya volume penjualan.

“Selama IHSG tidak menguat di atas 7.011 sebagai resistance terdekatnya, maka posisi IHSG saat ini sedang berada di awal wave iv dari wave (iii),” papar Herditya dalam risetnya pada Rabu (22/11/2023).

Herditya juga memberikan catatan, pergerakan IHSG akan rawan terkoreksi untuk menguji 6.885-6.915 sekaligus untuk menutup gap.

Bersamaan dengan risetnya, Herditya merekomendasikan saham-saham AUTO, BBTN, ERAA dan MTEL.

Kemudian, Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, IHSG berpotensi melemah hari ini, dengan itu, waspadai koreksi lanjutan pada IHSG (22/11).

“Waspadai potensi koreksi lanjutan pada IHSG ke kisaran support 6.930-6.950 di Rabu (22/11). Secara teknikal, IHSG terkoreksi pasca kembali menguji level psikologis 7.000 di Selasa (21/11). Bersamaan dengan koreksi tersebut, Stochastic RSI membentuk death cross pada overbought area,” tulisnya.

Melihat hal tersebut, Phintraco merekomendasikan untuk dapat mencermati peluang Buy on Support pada saham-saham unggulan BBCA, ISAT, EXCL, HMSP potensi Uji Resistance (Reversal) pada BFIN, dan Trading Buy pada AKRA.

(fad)

No more pages