Pesan tertulis kepada perwakilan IMF di Washington (Amerika Serikat/AS) tidak mendapatkan jawaban. Juru Bicara Kementerian Keuangan India pun menolak berkomentar.
Sri Lanka masih membutuhkan kesepakatan serupa dengan China, Jepang, dan para anggota Paris Club sebelum IMF bisa mengucurkan pinjaman. Target pencairan pinjaman yang semestinya akhir 2022 pun sudah terlewat.
Awal bulan ini, Standard Chartered Plc memperkirakan bahwa para kreditur multilateral baru memberikan persetujuan pada April-Juni. Artinya, pembicaraan dengan kreditur komersial kemungkinan baru terjadi pada paruh kedua 2023.
Sri Lanka sudah menyepakati restrukturisasi utang dengan Jepang, ungkap Presiden Ranil Wickremesinghe pekan lalu. Delegasi China pun akan mengunjungi Sri Lanka pada 18 Januari. Sementara Menteri Luar Negeri India S. Jaishankar diperkirakan datang pada 19 Januari.
Negosiasi utang tidak banyak membuahkan hasil sejak Sri Lanka mengalami gagal bayar (default) pada Mei 2022. Para kreditur lokal masih belum bisa menerima kerugian mereka.
Tahun lalu, Sri Lanka pun jatuh ke zona resesi ekonomi karena kebijakan moneter ketat dan lonjakan inflasi menambah berat krisis utang yang sedang terjadi. Pemerintah memang sudah membuat kemajuan dengan membuat rakyat kembali bisa mendapatkan kebutuhan pokok dan bahan bakar. Namun Sri Lanka masih jauh dari kata pulih, karena masih tergantung dari pinjaman luar negeri dan bantuan.
(aji/roy)