Namun, Dia tidak memperkirakan adanya jeda dari BI untuk menandai berakhirnya pengetatan tersebut siklus ini. "Terutama karena nilai tukar rupiah mungkin masih berada di bawah tekanan akibat krisis tersebut basis suku bunga yang relatif rendah dan defisit neraca pembayaran," ujar Satria.
Dia memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak dua kali sebesar 25 basispoin (bps) hingga semester I 2024, dengan level puncak 6,5%.
"Mengingat sifat BI yang reaktif, kami memperkirakan akan terjadi kenaikan suku bunga kenaikan hanya akan terjadi ketika rupiah melemah ke level Rp15.800-Rp16.000 per dolar AS, dengan yang lainnya dilakukan ketika mata uang menembus level Rp16,200-Rp16,400," ungkap Satria.
Dengan kata lain, investor harus bersiap menghadapi pengetatan dari BI jika rupiah melemah sebesar lebih dari 2% secara bulanan. Hal ini diperkirakan berlangsung ketika imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun melampaui level psikologis 5% dan 5,5%, atau ketika indeks dolar mencapai puncak 108-110, dari level saat ini masing-masing 4,46% dan 103,5.
"Imbal hasil AS mungkin akan melanjutkan kenaikan karena ketidaksesuaian antara penawaran dan permintaan," ujar Satria.
Sebelumnyam BI melaporkan transaksi berjalan pada kuartal III 2023 membukukan defisit US$ 0,9 miliar atau setara 0,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Melandai dibandingkan defisit pada kuartal sebelumnya yang sebesar US$ 2,2 miliar (0,6% PDB).
Neraca perdagangan non-migas mencatat surplus didukung oleh perbaikan permintaan beberapa komoditas ekspor, terutama besi dan baja, di tengah tren harga komoditas yang masih turun. Sementara itu, defisit neraca perdagangan migas meningkat sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia.
"Perbaikan neraca transaksi berjalan turut ditopang oleh penurunan defisit jasa, yang didukung oleh peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara seiring dengan pemulihan sektor pariwisata yang terus berlangsung. Selain itu, defisit neraca pendapatan primer juga menurun sejalan dengan pembayaran imbal hasil kepada investor asing yang lebih rendah," sebut laporan BI.
Sementara transaksi modal dan finansial pada kuartal III-2023 mengalami defisit US$ 0,3 miliar (0,1% PDB). Membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang defisit US$ 4,8 miliar (1,4% PDB).
Investasi lainnya mencatat surplus dipengaruhi oleh penarikan utang luar negeri untuk pembiayaan kegiatan usaha korporasi. Sementara itu, investasi portofolio mencatat peningkatan defisit sejalan dengan aliran modal keluar dari pasar saham dan obligasi sebagai dampak dari ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat di tengah aliran modal asing yang masuk ke Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
"Bank Indonesia menilai kinerja NPI triwulan III 2023 yang baik mampu terus menopang ketahanan eksternal Indonesia. Ke depan, Bank Indonesia senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat memengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat respons bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal," tulis laporan BI.
(lav)