Logo Bloomberg Technoz

Pendanaan awal sebesar US$20 miliar tersebut diharapkan dapat menjadi katalis dengan menutupi kira-kira seperlima dari total jumlah investasi yang diperlukan untuk mencapai target JETP pada 2030.

Terdapat lima bidang investasi (IFA) JETP yang disepakati di dalam CIPP, yaitu:

  1. IFA 1: Pengembangan Jaringan Transmisi dan Distribusi Listrik; sekitar 14.000 km rangkaian transmisi yang memakan biaya hingga US$19,7 miliar pada 2030;
  2. IFA 2: Pemensiunan Dini dan Managed Phase-out Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara; retrofitting fleksibilitas batubara dan pemensiunan dini yang memerlukan dana hingga US$2,4 miliar pada 2030;
  3. IFA 3: Akselerasi Energi Terbarukan Dispatchable; pengembangan kapasitas sebesar 16,1 GW pada 2030, yang memakan biaya hingga US$49,2 miliar pada 2030;
  4. IFA 4: Akselerasi Energi Terbarukan Variabel (VRE); pengembangan kapasitas sebesar 40,4 GW pada 2030, yang memakan biaya hingga US$25,7 Miliar pada 2030; dan
  5. IFA 5: Pengembangan Rantai Pasokan Energi Terbarukan 

Berdasarkan sekitar 1.000 proyek yang dikumpulkan dari lima IFA Pemerintah Indonesia, lebih dari 400 proyek diidentifikasi sebagai proyek prioritas JETP yang memerlukan investasi minimum sebesar US$67,4 miliar.

Proyek prioritas JETP dipilih berdasarkan kepentingannya terhadap realisasi peta jalan energi, apakah proyek tersebut telah menjadi komitmen lembaga terkait dan disepakati bersama oleh lembaga pemerintah terkait, memiliki tanggal mulai hingga 2030, dan belum mencapai pemenuhan pembiayaan pada saat penulisan dokumen CIPP.

Dari semua proyek prioritas tersebut, Sekretariat JETP telah mengidentifikasi 41 proyek prioritas utama berdasarkan nilai strategisnya bagi peta jalan sektor ketenagalistrikan JETP dan transisi energi Indonesia.

Asap keluar dari cerobong PLTU Suralaya di Merak, Cilegon, Banten, Rabu (30/8/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Peta Jalan

Adapun, peta jalan yang disiapkan untuk transisi kelistrikan mencakup; pertama mencapai puncak emisi sektor ketenagalistrikan dengan nilai absolut paling besar 290 MT CO2 pada 2030 (pengurangan dari nilai baseline 2030 sebesar 357 MT CO2).

Target itu segera berkurang setelahnya dengan laju yang ambisius, serta mencapai net zero dalam sektor ketenagalistrikan pada 2050, termasuk dengan mempercepat pemensiunan dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, yang bergantung pada dukungan internasional.

Kedua, mempercepat pemanfaatan energi terbarukan sehingga bauran energi terbarukan mencapai paling sedikit 34% dari total pembangkitan listrik pada 2030.

Dari pendanaan senilai US$20 miliar tersebut, sebanyak US$10 miliar berasal dari sektor swasta yang dapat dimanfaatkan melalui penggunaan dana publik secara katalitik untuk mengundang investasi dari sektor swasta; dan menciptakan ekosistem pendukung, di mana kebijakan yang mempersulit investasi dari sektor swasta ataupun menciptakan kebutuhan berlebih untuk dana publik dapat ditinjau kembali.

Selanjutnya, CIPP yang diusulkan oleh Sekretariat JETP tersebut hanya akan menetapkan target dan peta jalan emisi on-grid yang mempertahankan tingkat ambisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi business-as-usual (BAU) seperti yang dimaksudkan dalam Pernyataan Bersama.

Peta jalan on-grid yang dijelaskan dalam CIPP ini meliputi total emisi sektor kelistrikan on-grid sebesar 250 MT CO2 pada 2030; pangsa pembangkit energi terbarukan sebesar 44% pada 2030; dan pencapaian emisi net zero dalam sektor ketenagalistrikan pada 2050. 

Perwujudan sektor ketenagalistrikan on-grid diperkirakan memerlukan biaya investasi sebesar minimal US$97,1 miliar antara 2023—2030 dan US$580,3 miliar antara 2023—2050. 

Nilai ini belum termasuk biaya lengkap yang sekiranya diperlukan untuk penilaian dan intervensi yang berhubungan dengan transisi yang berkeadilan. 

(wdh)

No more pages