Scholz membawa delegasi bisnis antara lain dari perusahaan terkemuka Siemens AG, ThyssenKrupp AG dan SAP SE.
Thyssenkrupp Marine Systems diketahui menjadi salah satu peserta tender dalam proyek pembangunan kapal selam India sejumlah 6 unit bernilai US$ 5 miliar atau setara dengan Rp 75,7 triliun untuk nilai tukar kurs saat ini. Hal tersebut dikatakan bakal dibahas dalam kunjungan Scholz kali ini sebagaimana disampaikan Duta Besar Jerman untuk Philipp Ackermann. Pemerintah India selama ini cukup tergantung dengan alat utama sistem senjata dari Rusia dan kehadiran Jerman diharapkan bisa memberikan alternatif pemasok senjata ke negara itu.
"Perang di Ukraina telah membuat kedua belah pihak menggali lagi lebih dalam peluang-peluang kerja sama selain yang sudah dilakukan selama ini," kata peneliti Europe Euroasi Center untuk Manohar Parrikar Institute for Defense Studies and Analyses.
"Tampaknya akan ada kerja sama pertahanan yang lebih erat antara India dan Jerman apalagi kalau Rusia tak bisa lagi memenuhi kebutuhan pertahanan India. Ada banyak ruang kerja sama yang bisa dilakukan antara dua negara," lanjutnya.
Scholz dan Modi dijadwalkan bertemu pada Sabtu (25/2/2023) dan akan meneken sejumlah memeorandum kerja sama termasuk untuk kerja sama hidrogen hijau, amonia, infrastruktur dan iklim.
Jerman akan membantu upaya India untuk melakukan transisi ke energi terbarukan termasuk dengan meminjamkan dana hingga US$ 1,3 miliar atau setara dengan Rp 19,67 triliun untuk nilai tukar saat ini untuk tenor 6 tahun. Sementara perusahaan-perusahaan Jerman akan berbagi terknologi ramah lingkungan dengan India yang diharapkan bisa membagikan lagi hal tersebut kepada negara-negara Asia lainnya.
"Ada potensi yang sangat besar dalam kerja sama yang intensif ini baik dalam sektor energi terbarukan, hidrogen, mobilitas, farmasi, ekonomi digital dan lainnya," kata Scholz dalam sebuah wawancara dengan The Times of India dalam artikel yang berjudul "Kita bisa saling belajar."
Tak hanya itu Scholz juga membicarakan soal kerja sama perdagangan antara Uni Eropa dan India. Dia juga mengatakan ingin membuka ruang bagi para pekerja informatika dan teknologi dan tenaga ahli untuk bisa bekerja di Jerman karena negara itu kini membutuhkan lebih banyak tenaga kerja ahli.
Sementara survei dari Kamar Dagang dan Industri Jerman menunjukkan bahwa tarif tinggi dan syarat ketat yang dipasang untuk berinvestasi oleh India menjadi salah satu tantangan bagi para pengusaha. Oleh karena itu kerja sama bisnis dan dagang diperkirakan belum bisa langsung terealisasi hingga akhir tahun ini sekalipun pembicaraan sudah dimulai pada Juni tahun lalu.
Scholz dalam pertemuan dengan Modi juga akan membicarakan isu kontroversial termasuk soal meningkatnya kebencian dan kekerasan terhadap warga Muslim di India.
"Saya yakin soal kondisi dalam negeri India juga akan jadi pembahasan," kata Ackermann.
(bbn)