Menurut catatan Kementerian ESDM, dari 50 blok migas yang kontraknya dikembalikan ke negara, sebanyak 11 di antaranya merupakan blok migas nonkonvensional (MNK) atau shale gas/coalbed methane (CBM).
Sebanyak 11 WK MNK itu sejatinya sudah dikembangkan sejak lama, tetapi dinilai kurang prospektif untuk dilanjutkan ke tahap operasi. Penyebabnya, kondisi geologis tiap lapangan MNK berbeda-beda, sehingga hasil penelitiannya pun belum bisa diandalkan sebagai rujukan.
Sekadar catatan, CBM atau gas metana merupakan sumber energi yang dinilai efisien dan bersih, serta tersebar di Indonesia dan prospektif untuk dikembangkan secara ekonomis.
Nilai kalor metana murni adalah 35,9 MJ/m3, yang setara dengan nilai kalor dari 1,2 kg batu bara standar, sehingga manfaat dari sumber energi CBM digunakan tidak hanya mengurangi risiko produksi batu bara, tetapi juga memperoleh energi bersih dan mengurangi pencemaran lingkungan.
Pemanfaatan shale gas oil sendiri memerlukan teknologi khusus berupa seperti fracking atau fracturing, yang mahal dan menimbulkan risiko. Namun, komoditas minyak ini yang membuat Amerika Serikat (AS) berubah dari importir minyak terbesar menjadi eksportir.
Akhir-akhir ini, Kementerian ESDM tengah getol memburu cadangan migas nonkonvensional, salah satunya di Blok Rokan.
Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan proses pencarian harta karun migas di Provinsi Riau itu dilakukan sebagai upaya mengejar target ambisius pemerintah untuk mencapai produksi siap jual atau lifting 1 juta barel minyak per hari (bph) pada 2030. Terlebih, saat ini Indonesia tengah mengalami penurunan produksi minyak nasional.
"Sangat krusial, karena minyak kita kan terus turun levelnya di 600.000 bph. Kalau enggak ada yang banyak gasnya, minyaknya yang harus kita upayakan," ujar Arifin saat ditemui di kantornya, medio September.
Saat ini, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) bersama dengan mitranya juga berencana melakukan pengeboran terhadap dua sumur yang berada di Blok Rokan, yakni sumur Gulamo dan Sumur Kelok, yang ditargetkan tahun ini.
Arifin mengungkapkan, potensi MNK inplace di kedua sumur tersebut mencapai 80 juta barel. "Tetapi kan masih banyak tuh potensi ya, tergantung daripada analisisnya. Itu saja nanti kita persiapkan regulasinya, biar barang [minyak] ini bisa diangkat."
(wdh)