"Mekanisme yang dimaksud ini dilakukan melalui usaha transmisi dan atau distribusi jaringan [power wheeling]," tuturnya.
Kemudian, Arifin menuturkan, untuk pelaksanaan power wheeling, wajib dibuka akses (open access) penyaluran listrik dari sumber EBET dengan mengenakan biaya yang diatur oleh pemerintah.
"Tentu dengan syarat tetap menjaga dan memperhatikan keandalan sistem, kualitas pelayanan pelanggan, dan keekonomian dari pemegang izin usaha transmisi dan distribusi tenaga listrik."
Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto pun mengatakan parlemen sejatinya telah menyejutui usulan pemerintah untuk mengoptimalisasi pemanfaatan EBET dan memenuhi kebutuhan konsumen melalui skema power wheeling, yang tercantum dalam pasal 29A DIM 265—266 dan pasal 47A DIM 416—417.
"Namun, perlu adanya penjelasan lebih detail terutama dikaitkan dengan optimalisasi pemegang wilayah usaha dalam memenuhi kebutuhan konsumen terutama di luar wilus, sebagaimana penggunaan transmisi dan distribusinya, dan sejauh mana dampaknya bagi bisnis PT PLN ke depan," ujar dia.
Namun, anggota Fraksi PKS Mulyanto mengatakan, usulan skema power wheeling ini dikhawatirkan akan memberikan kendali pihak swasta untuk masuk dalam bisnis jaringan listrik, yang notabene mesti dikuasai oleh negara.
"Kita tidak boleh melepas ini. Saya setuju kita optimalisasi transmisi, bangun transmisi lebih banyak bagus, [...] tetapi semua harus dikendalikan, dikuasai negara. Kalau diliberalisasi, di luar kontrol kita, ini yang kami tidak setuju dan keberatan."
(ibn/wdh)