Bloomberg News
Bloomberg, Harga tembaga melanjutkan kenaikan mingguan terbesarnya sejak Juli, di tengah optimisme pasar bahwa Federal Reserve (The Fed) akan mengakhiri kebijakan moneter ketatnya.
Investor menambah spekulasi bahwa siklus pengetatan The Fed telah berakhir, setelah serangkaian data ekonomi Amerika Serikat (AS) menunjukkan perekonomian terbesar di dunia tersebut melambat.
Biaya pinjaman yang lebih tinggi dan dolar yang relatif kuat telah menjadi faktor penekan utama bagi harga logam dalam dua tahun terakhir.
Tembaga naik 0,8% menjadi US$8.333,50 per ton pada Senin siang (20/11/2023) waktu Shanghai, berada di jalur penutupan tertinggi sejak 20 September. Harga di London Metal Exchange (LME) naik 2,9% pekan lalu.

Prospek bullish tembaga juga didorong oleh kabar pasokan bahan mentah dari setidaknya satu pabrik peleburan (smelter) tembaga besar China yang menerima biaya lebih rendah dari perusahaan pertambangan. Biaya pengolahan dan pemurnian yang lebih rendah menunjukkan makin ketatnya pasar konsentrat tembaga.
Namun, respons pada pertemuan besar industri tembaga di Shanghai pekan lalu sangat beragam. Meskipun pasar tembaga yang ditambang terlihat makin ketat – dan prospek permintaan jangka panjang tetap cerah – masih ada kekhawatiran mengenai kelebihan pasokan dalam jangka pendek di tengah peningkatan kapasitas pabrik peleburan.
Harga logam-logam lainnya pun naik bersama dengan sebagian besar aset berisiko di Asia pada Senin, dengan saham-saham menguat dan Nikkei 225 Stock Average mencapai level tertinggi dalam 33 tahun dalam sebulan. Aluminium dan seng keduanya meningkat lebih dari 1%.
(bbn)