"Kemudian ketiga, kebijakan umum terkait dengan reformasi birokrasi hanya kelengkapan, yaitu adalah menyebutkan bahwa penyederhanaan birokrasi dan penataan kelembagaan merupakan bagian dari reformasi birokrasi yang menjadi arahan Presiden RI," turur Arifin.
Adapun, DPR sebelumnya mengusulkan pembentukan itu untuk mengatur rincian peruntukan dana EBET antara lain untuk pembiayaan infrastruktur, pembayaran insentif, kompensasi badan usaha yang mengembangkan EBET, peran litbang, peningkatan kapasitas dan kualitas SDM, dan subsidi harga EBET yang belum dapat bersaing dengan energi fosil.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi Golkar Dyah Roro Esti mengatakan usulan itu ditujukan untuk memaksimalkan potensi yang bakal diperoleh EBET ke depan, yang dinilai bermanfaat.
"Apalagi dengan adanya JETP, kita melihat potensi [dana] dari lintas negara, ini sangat disorot negara luar, internasional, ini momentum yang luar biasa, bagaimana kita memberdayakan EBET," ujarnya.
"Saya berharap bahwa nanti sistem pendanaan, realisasi, pemanfaatan, pengawasan, dan lain-lain, bisa dilakukan sebuah badan khusus yang bisa memantau seluruh gerak gerik dari sektor ini," sambungnya.
Namun, Arifin mengatakan, pemerintah tetap mengusulkan penggunaan dana EBET dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini dikelola oleh Kementerian Keuangan.
"Ini juga memperhatikan arahan Presiden RI untuk melaksanakan penyederhanaan birokrasi dan penataan kelembagaan, serta regulasi eksisting yang telah mengatur kewenangan pelaksanaan kebijakan energi baru dan terbarukan oleh Kementerian ESDM," tegas Arifin.
(ibn/wdh)