“Dalam rangka mencapai target NDC (nationally determined contribution) untuk mengurangi emisi GRK (gas rumah kaca), pemerintah mengusulkan substansi baru terkait dengan nilai ekonomi karbon sebagai bagian dari substansi transisi energi dan peta jalan,” ujarnya.
Adapun, usulan baru dari DPR mencakup pembentukan badan khusus untuk menglola energi baru terbarukan (EBT).
Dalam kaitan itu, panja DPR dan DPD mengusulkan agar dibentuk adanya badan khusus untuk mengelola energi terbarukan seperti SKK Migas yang tugas dan fungsinya termasuk untuk mengelola dana energi terbarukan.
“Panja pemerintah tetap pada posisi semula yakni tidak untuk menambahkan pembentukan lembaga baru, sesuai dengan kebijakan Kemenpan RB untuk mengefektifkan lembaga yang sudah ada,” tegas Arifin.
Sementara itu, berbagai substansi yang ditunda setelah dibahas dalam panja termasuk amonia sebagai sumber energi baru, green RUPTL (rencana usaha penyediaan tenaga listrik), pembentukan badan pengelola dan peruntukan dana EBT, serta TKDN (tingkat komponen dalam negeri) EBET.
Usulan Penyempurnaan
Di sisi lain, beberapa poin yang masih menjadi usulan penyempurnaan substansi RUU EBET yang sebelumnya sudah disepakati mencakup isu sampah dan limbah rumah tangga & sampah dan limbah sejenis sampah rumah tangga.
Lalu, kewajiban pengelolaan sampah untuk pemanfaatan energi terbarukan, pengecualian persetujuan DPR untuk pembangunan PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir), serta pembentukan Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir.
“Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah mengusulkan pengecualian persetujuan DPR untuk PLTN di bawah 20 MW [small modular reactor/SMR] dengan pertimbangan dapat dikembangkan bagian timur Indonesia yang memiliki demand listrik rendah, cocok digunakan untuk menggantikan PLTD di daerah terpencil, dan akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar apabila pembangunan PLTN s/d 20 MWe membutuhkan persetujuan DPR,” papar Arifin.
Berdasarkan riset terkini, lanjutnya, SMR sudah dapat dikembangkan secara masif sehingga cocok untuk lokasi terpencil, pertambangan, komunitas di pulau kecil, anjungan minyak dan pelayaran maritim.
Ihwal rencana pembentukan Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir, Arifin mengatakan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo tugas pemberian saran dan pertimbangan terkait dengan nuklir kepada Presiden dapat dijalankan oleh BRIN (sebelumnya BATAN).
“Dengan demikian, pemerintah mengusulkan majelis pertimbangan tenaga nuklir tidak perlu diatur dalam RUU EBET. Hal tersebut seperti halnya NEPIO yang dikoordinasikan oleh DEN,” ujarnya.
Berdasarkan Perpres No. 78/2021, BRIN bertanggung jawab kepada Presiden dalam penyelenggaraan ketenaganukliran dan keantariksaan yang terintegrasi. Selain itu, secara keorganisasian BRIN memiliki perangkat di daerah (BRIDA) yang dapat menjangkau tugasnya secara luas.
(wdh)