Lantas, akan bertahan berapa lama?
Jika melansir data perekonomian dalam negeri dan global yang semakin mencatatkan ke arah positif, tren penguatan mata uang rupiah akan terus berlanjut di sepanjang kuartal I-2023. Ditambah lagi adanya sentimen terkait pembukaan kembali ekonomi China yang tidak lagi menerapkan kebijakan ketat Zero Covid, yang akan memberikan dampak yang positif bagi ekspor Indonesia pada tren jangka panjang. Departemen Riset Bloomberg Technoz memperkirakan optimisme penguatan rupiah bisa mengantarkan ke target terdekat ke level Rp 14.980 hingga Rp 14.850.
Tentunya, kondisi ini membawa berkah dan angin segar kepada para emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mendapatkan keuntungan dengan penguatan rupiah.
Angin segar dirasakan oleh emiten yang bisnis perusahaannya berorientasi pada impor, terutama impor bahan baku untuk menjalankan produktivitasnya. Contoh dari perusahaan yang dimaksud adalah sektor industri otomotif seperti PT Astra International Tbk (ASII), PT Astra Otoparts Tbk (AUTO), PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS), dan PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA), di mana bahan-bahan, danĀ spare part pendukung produksinya merupakan impor.
Selanjutnya sektor yang diuntungkan adalah sektor industri farmasi, perusahaan dapat membeli bahan baku dengan harga yang lebih murah dan menjadikan biaya-biaya impor dapat ditekan. Emiten-emiten yang bergerak di sektor industri farmasi diantaranya PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Indonesia Farma Tbk (INAF), PT Soho Global Health Tbk (SOHO) dan PT Phapros Tbk (PEHA).
(fad/aji)