Utarini mengatakan, UGM dan World Mosquito World (WMP) sudah meneliti efektivitas teknologi Wolbachia sejak 2011. Secara alami, lebih dari 50% serangga terpapar bakteri tersebut karena memiliki sifat simbion atau tak menimbulkan efek buruk.
Sejumlah penelitian, kata dia, juga menunjukkan tak ada dampak buruk penyebaran wolbachia pada kehidupan manusia dan lingkungan.
Dalam program pengurangan DBD, Kemenkes akan melepaskan nyamuk betina dan jantan yang terpapar wolbachia secara bergantian ke lingkungan. Tujuannya, agar seluruh anakan nyamuk pada populasi tersebut sudah mengandung bakteri tersebut.
Menurut Utari, Wolbachia memiliki peran menghambat pertumbuhan dan perkembang biakan virus dengue yang hingga di tubuh nyamuk. Dampaknya, nyamuk aedes yang menjadi vektor utama tak lagi menyebabkan DBD pada orang yang digigit.
“Pendekatan ini sangat efektif dalam pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk di wilayah perkotaan besar yang berpenduduk padat dan dengan tingkat insidensi dengue yang tinggi,” kata dia.
Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, Riris Andono Ahmad juga mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah berhasil dalam program wolbachia yang diterapkan di Yogyakarta pada 2022.
Dalam program tersebut, angka kasus demam berdarah di Yogyakarta turun hingga 77%. Angka kebutuhan rawat inap pasien DBD di wilayah tersebut juga turun hingga 86%.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi juga mengatakan, program wolbachia sudah diterapkan dan berhasil pada 13 negara. Beberapa di antaranya adalah di Australia, Brazil, Colombia, El Salvador, Sri Lanka, Honduras, Laos, Vietnam, Kiribati, Fiji, Vanuatu, New Caledonia, dan Meksiko.
Singapura, kata dia, pernah menerapkan program Wolbachia dengan hanya melepas nyamuk terpapar berjenis kelamin jantan. Perkawinan antara nyamuk betina alami dan nyamuk jantan wolbachia akan menghasilkan telur yang tak bisa menetas.
Hal ini kemudian membuat populasi nyamuk berkurang. Akan tetapi, angka positif DBD masih tinggi karena nyamuk betina yang tak terpapar wolbachia masih bisa menularkan virus dengue.
Hal ini yang membuat Indonesia akan menerapkan program wolbachia dengan melepas nyamuk jantan dan nyamuk betina secara bergantian ke alam lepas.
“Angka kejadian DBD di Indonesia masih tinggi dengan angka kematian yang tinggi terutama pada kelompok anak-anak, selain itu masih banyak daerah yang melaporkan kejadian luar biasa akibat DBD," ujar Imran Pambudi.
(mfd/frg)