“Jadi tekanannya dari sisi produksi, ada kenaikan biaya produksi, terutama di sektor ritel makanan dan minuman, dan juga adanya kenaikan tingkat suku bunga dan prospek dari ekspor terutama manufaktur yang berorientasi pasar eskpor ini terkena pelambatan ekonomi global yang melemah khususnya pasar-pasar ekspor yang sifatnya tradisional khususnya seperti China, Jepang, Korsel, Amerika, Eropa,” kata Bhima kepada Bloomberg Technoz, Minggu (19/11/2023).
“Di pasar-pasar itu permintaan sedang lesu, sehingga berpengaruh juga terhadap kapasitas produksi manufaktur yang berorientasi ekspor,” tambahnya.
Di sisi konsumen, Bhima melanjutkan saat ini cenderung lebih memilih untuk menghemat. Dikarenakan belum adanya perbaikan ekonomi yang siginifikan.
“Konsumen menanggung beban dari harga pangan. Seperti, harga beras masih tinggi, cabe juga sekarang Rp100 ribu per kilo, membuat masyarakat lebih cenderung menghemat, dan menyimpan uang. Karena mereka mempersiapakan beberapa bulan ke depan kondisi ekonomi belum ada perbaikan yang signifikan,” ujar Bhima.
“Di sisi lain, efek banyaknya bantuan-bantuan pemerintah selama pandemi yang dicabut dan tidak dilanjutkan pada 2023, berimbas pada proteksi sisi pendapatan keluarga miskin, akan sensitif dalam belanjar barang-barang retail,” tambah Bhima lagi.
Selain dari itu, dari sisi konsumen untuk menengah atas ini mereka masih wait and see dulu karena ada tahun politik, ada pemilu, ini berpengaruh pada laju konsumsi rumah tangga.
“Jadi ini adalah fenomena yang kemudian diantisipasi para pelaku usaha di sektor industri dengan memangkas karyawannya melakukan efiseinsi. Kalau efisiensi dibagian bahan baku tidak bisa dilakukan lagi, maka mereka terpaksa melakukan perubahan jam kerja, kalau itu tidak bisa lagi hal selanjutnya adalah PHK,” terang Bhima.
Bhima mengatakan, hal ini bisa menjadi indikasi bahwa PHK akan terus berlanjut sampai adanya tanda-tanda pemulihan ekonomi. “Apalagi tahun depan melihat mitra dagang indonesia ekonominya tumbuh lebih lambat, maka sekarang sudah banyak industri manufaktur yang mau ekspansi jadi tertahan. Nah yang existing tanpa adanya investasi baru, mereka pastinya akan melakukan berbagai rekayasa, berbagai efisiensi untuk bisa bertahan di 2024 itu situasinya,” tutupnya.
--Dengan asistensi dari Miss Fransiska.
(spt)