Halving Day digencarkan pertama kali oleh Bitcoin, yang terjadi pada 2012 yang ditandai dengan pengurangan reward bagi para penambang menjadi 25 Bitcoin.
Kemudian, pada Halving Day kedua yang terjadi pada 2016, reward berkurang menjadi hanya 12,5 Bitcoin (50% dari 25 Bitcoin pada 2012). Halving Day yang ketiga pada Mei 2020, reward para penambang dikurangi lagi menjadi hanya 6,25 Bitcoin.
Bila kedepannya pola yang sama terjadi maka Halving Day selanjutnya akan menjadi 3,125 Bitcoin, yang akan terjadi pada 2024 yang akan datang.
Adapun sebuah tanda-tanda muncul di sepanjang 2023 ini, tren naik Bitcoin sudah mencapai 119%, dan dalam 30 hari terakhir perdagangan Bitcoin menguat 27,5% secara point-to-point.
Mengutip riset Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha, dengan Halving yang kurang dari 200 hari lagi telah menarik perhatian komunitas aset kripto karena secara historis peristiwa Halving memiliki pengaruh besar terhadap pasokan Bitcoin.
Dengan fenomena tersebut, Panji memaparkan, saat ini menjadi kesempatan emas bagi para investor untuk melakukan akumulasi Bitcoin sebelum momentum Halving Bitcoin yang diperkirakan akan terjadi pada 2024 mendatang.
“Sesuai dengan prinsip ekonomi, berkurangnya produksi Bitcoin dan meningkatnya jumlah permintaan Bitcoin maka harga Bitcoin akan melonjak, membuat investor harus bersedia membayar harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan Bitcoin,” jelas Panji.
Berdasarkan data sebelumnya, setelah Halving Day yang terjadi pada tahun 2016 kemarin, Bitcoin sukses mencatatkan harga tertinggi sepanjang masa baru (All Time High/ATH) pada Desember 2017, dengan harga Bitcoin kala itu mencapai US$20.000.
Kemudian, saat Halving Day tahun 2020, Bitcoin mencapai ATH terbarunya pada April 2021, dengan harga mencapai US$64.000 yang merupakan harga tertingginya. Nilai ini meningkat mencapai rekor yang naik lebih dari 200% dari ATH sebelumnya.
Halving Day dan Harga Tertinggi Bitcoin
Tak selamanya berbuah manis, meskipun mencetak ATH pada masa tersebut, Bitcoin juga merasakan kontraksi yang begitu dalam, dan juga downtrend yang berkepanjangan.
Jika mencermati angka tertinggi level Bitcoin pada level US$67.700 dari dan ke titik terendahnya setahun kemudian pada level US$15.700, kontraksi atau minusnya mencapai 77% yang terjadi pada 2022 kemarin.
Dalam risetnya Panji juga menyarankan agar menghindari sifat FOMO (Fear Of Missing Out), sebuah perasaan cemas dan takut yang timbul di dalam diri seseorang akibat ketinggalan sesuatu, walaupun Bitcoin sedang dalam posisi uptrend menuju Halving Day.
Saat ini, Fear and Greed Index yang mengukur sentimen pasar aset kripto, telah mencapai level tertinggi sejak Bitcoin mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada November 2021.
Data terbaru menunjukkan indeks mencapai 71/100 sore ini, bahkan beberapa minggu lalu sempat menyentuh level 72/100. Ini termasuk dalam kategori “Keserakahan” atau greed dan menyamai posisinya hanya beberapa hari setelah Bitcoin mencapai level tertinggi terbaru sepanjang masa.
“Saat ini situasi pasar aset kripto juga telah berada dalam zona greed atau serakah, maka dapat dipertimbangkan untuk melakukan diversifikasi portofolio, menetapkan tujuan dan batasan risiko dengan menggunakan fitur take profit dan stop loss dan menghindari FOMO,” saran Panji.
Panji melanjutkan, investor aset kripto juga dapat terus memantau berita dan tren pasar. Sementara, memperhatikan pergerakan Bitcoin untuk mendapatkan wawasan tentang potensi pergerakan harga, serta kewaspadaan juga penting mengelola risiko dalam pasar kripto yang volatil.
Sebagai penutup, Panji juga mengingatkan agar investor memahami fundamental aset kripto yang nantinya dapat membantu dalam membuat keputusan investasi yang lebih baik.
(fad/wep)