Semalam, AS melaporkan data rutin klaim pengangguran baru dan lanjutan menunjukkan kenaikan yang menyakinkan. Angka klaim pengangguran baru AS naik menjadi 231 ribu klaim, lebih tinggi ketimbang prediksi pasar di angka 220 ribu klaim, tertinggi sejak Agustus. Sementara klaim pengangguran berulang juga melonjak jadi 1,87 juta klaim, menandai peningkatan berturut-turut dalam delapan minggu terakhir.
Data itu menjadi indikasi kondisi pasar tenaga kerja di Negeri Paman Sam berangsur 'dingin' dan berpotensi membawa inflasi AS lebih cepat turun.
Hal tersebut juga menebalkan keyakinan bagi pasar bahwa Federal Reserve (The Fed), bank sentral AS, sudah selesai dengan siklus kenaikan bunga acuan. Terlebih data-data sebelumnya memperlihatkan angka pengangguran AS naik, produksi juga turun serta inflasi yang melandai.
Tekanan daya beli domestik
Dari dalam negeri, rupiah juga dibebani sentimen kinerja penjualan perumahan yang masih lesu di tengah kenaikan harga properti yang belum terhenti.
Kelesuan penjualan properti di pasar primer itu, seperti yang dilansir oleh Bank Indonesia (BI) kemarin, melengkapi berbagai sinyal pelemahan daya beli domestik yang sudah ada sebelumnya.
Kinerja penjualan mobil dan sepeda motor juga anjlok pada Oktober mengonfirmasi pelemahan daya beli masyarakat di semua kelas. Sebelumnya data inflasi inti, yang sering dilihat sebagai ukuran daya beli masyarakat, juga sudah konsisten turun bahkan Oktober lalu sudah di bawah batas bawah BI di angka 1,97%.
Pelemahan daya beli ini menjadi alarm bagi bank sentral yang dibebani fokus stabilisasi nilai tukar. Bila kenaikan bunga acuan dilanjutkan, daya beli orang Indonesia bisa semakin tertekan.
(rui)