Sementara indeks saham LQ45 yang berisikan saham-saham unggulan justru menguat dan parkir di zona hijau, dengan kenaikan 0,28 poin ke posisi 920,4.
Saham-saham LQ45 yang bergerak pada teritori hijau antara lain, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menguat 150 poin ke posisi Rp4.700/saham, PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) naik 200 poin ke posisi Rp8.675/saham. PT Astra International Tbk (ASII) terapresiasi 75 poin ke posisi Rp5.825/saham, dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) menguat 30 poin ke posisi Rp3.460/saham.
Senada, tren positif juga terjadi pada saham LQ45 berikut, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) naik 10 poin ke posisi Rp1.545/saham, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menguat 10 poin ke posisi Rp1.650/saham. PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) terapresiasi 10 poin ke posisi Rp2.050/saham.
Untuk pasar saham Asia bergerak melemah pada sore hari ini. Indeks Hang Seng Hong Kong drop 1,36%, indeks Shanghai melemah 0,71%, indeks Nikkei 225 turun 0,36%, indeks Kospi naik 0,06% dan indeks Strait Times Singapore terapresiasi 0,03%. Sementara itu Dow Jones Index Future turun 0,05%.
Sentimen regional datang dari data ekspor Jepang yang tumbuh lebih lambat di Oktober dan hanya memberikan sedikit dukungan ke ekonomi negara Jepang, yang tengah berusaha menghindari resesi teknis di paruh kedua 2023.
Menurut laporan Kementerian Keuangan Jepang pada Kamis, nilai ekspor hanya naik 1,6% dari tahun sebelumnya, melambat dari kenaikan 4,3% pada bulan sebelumnya.
Angka ini didorong oleh kenaikan yang solid pada ekspor mobil terutama ke Amerika Serikat, tetapi terjadi penurunan double digit yang berlanjut dalam ekspor peralatan pembuat chip.
Adapun impor Jepang tergelincir 12,5% sebagian besar karena penurunan pembelian terkait energi. Alhasil, neraca perdagangan kembali mengalami defisit 662,5 miliar yen (setara dengan Rp68 triliun).
Lebih lanjut, kinerja ekspor yang lebih kuat dalam tiga bulan kedepan pada tahun ini akan menjadi salah satu kunci untuk membantu negara menghindari kontraksi kuartalan kedua berturut-turut, tetapi itu tergantung pada permintaan yang kuat dari negara-negara tujuan ekspor utama Jepang.
"Ekonomi AS kemungkinan akan melambat, meskipun tidak akan mengalami kontraksi. Ekonomi Eropa sudah melambat, dan China terus terhenti," kata Taro Saito, Kepala Penelitian Ekonomi di NLI Research Institute.
"Secara keseluruhan, ekonomi luar negeri tidak dalam situasi yang menguntungkan untuk ekspor dan saya pikir ini akan semakin buruk," terangnya.
(fad/wep)