“Inilah yang menjadi tantangan dan sering menyulitkan negara-negara berkembang," tegasnya.
Saat ini, kata dia, Indonesia sendiri telah menunjukkan komitmennya dalam melakukan upaya transisi energi. Dia membeberkan capaian Indonesia yang saat ini telah berhasil menurunkan emisi sebesar 91,5 juta ton.
Selain itu, juga telah mengurangi deforestasi hingga 104.000 hektare hingga 2022. "Kemudian kawasan hutan juga direhabilitasi seluas 77.000 hektare, hutan bakau direstorasi seluas 34.000 hektare hanya dalam waktu satu tahun."
Namun, kepala negara juga mengatakan masih terdapat tantangan besar lainnya bagi Indonesia dan juga negara berkembang lainnya untuk melakukan tansisi energi, utamanya dalam transfer teknologi dan pendanaan.
Jika hal itu tercapai, kata dia, maka dapat berimplikasi dalam menghasilkan energi bersih yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
Indonesia sendiri menerima pendanaan iklim dari negara-negara maju senilai US$20 miliar melalui skema Just Energy Transition Program (JETP).
JETP merupakan mekanisme pendanaan program transisi energi Indonesia yang diluncurkan di sela G20 di Bali, pada November 2022. Melalui program ini, koalisi negara-negara maju akan memobilisasi dana hibah dan pinjaman lunak senilai US$20 miliar selama periode 3—5 tahun.
Program ini melibatkan kelompok negara yang tergabung dalam International Partners Group (IPG) yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) dan Jepang, serta beranggotakan Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Prancis, Norwegia, Italia, dan Inggris.
Adapun salah satu program prioritas dari JETP itu adalah pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara di Indonesia. Terkait dengan itu, dana JETP nantinya akan langsung disalurkan ke perusahaan yang menjalankan program itu atau dikelola oleh pemerintah melalui lewat PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau SMI.
(ibn/wdh)