“Dampak model bisnis kita akan melihat NIM bank digital akan tinggi,” ujarnya dalam Webinar OJK Institute, bertema Tren Perbankan di Tahun 2023, Selasa (17/1/2023).
Lebih rinci, dia menjelaskan model bisnis dalam penyaluran kredit adalah Seabank bekerjasama dengan fintech dalam join financing paylater dan cashloan. Nilai kredit yang disalurkan ke nabasah juga sangat kecil, yakni di kisaran Rp 1 juta sampai Rp 2 juta. Ke depannya, Seabank juga berharap bisa memberikan kredit secara langsung (direct lending) ke nasabah-nasabah.
Sementara dari penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), bank digital juga menawarkan bunga yang cukup tinggi, bahkan melampaui bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang ditetapkan 3,75%. Misalkan Seabank menawarkan bunga tabungan 5% yang dibayarkan harian. Adapun bunga deposito mencapai 7%.
Berikutnya Neo Commerce menawarkan bunga tabungan 6% dan bunga deposito mulai dari 6,5%. Deposito di Neo Commerce memiliki tenor paling pendek ada 7 hari. Berikutnya adalah Bank Jago yang menawarkan bunga deposito 5%.
Dalam kesempatan yang sama, Sasmaya mengatakan penggunaan teknologi akan membuat Cost to Income Ratio (CIR) bank digital menjadi sangat rendah. “CIR Seabank 30% jauh di bawah rata-rata industri perbankan,” ujarnya.
Meski NIM tebal dan CIR rendah, tetapi tidak berarti laba bersih bank digital akan otomatis tebal. Bahkan beberapa di antaranya mencatatkan rugi pada tahun lalu dan tahun ini.
Menurut Sasmaya kerugian di awal terjadi karena bank digital melakukan investasi sangat besar, membangun infrastruktur dan merekrut SDM sehingga membutuhkan skala ekonomi yang cukup untuk untung.
“Menurut saya seiring dengan terjadinya economic of scale, menjalankan fungsi intermediasi dan transaksional bank maka bank digital bisa akan profit ke depannya,” ujarnya.
(adm/aji)