Pada kuartal I-2018, IHPR masih di angka 99,32. Dengan kata lain, ada kenaikan sekitar 8,6% bila dibandingkan posisi indeks di kuartal III-2023.
Kenaikan harga rumah ini berlangsung justru di kala penjualan properti hunian masih melemah atau terkontraksi hingga 6,59% year-on-year pada kuartal III-2023. Penurunan penjualan terjadi di semua tipe rumah terutama rumah tipe menengah yang turun 13,9%, lalu rumah tipe kecil 9,52% dan rumah tipe besar 0,2%.
Penurunan penjualan properti hunian di pasar primer itu sebenarnya sudah berlangsung bahkan sebelum pandemi Covid-19 menerjang. Sebagai gambaran, pada kuartal II-2019 tercatat penjualan rumah anjlok hingga 15,7% year-on-year.
Berdasarkan informasi dari responden dalam survei BI tersebut, sejumlah faktor penghambat penjualan rumah baru pada kuartal lalu di antaranya adalah, masalah perizinan/birokrasi, lalu suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kemudian, proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR dan juga masalah perpajakan
Sementara di pasar sekunder, harga rumah juga memperlihatkan kenaikan. Berdasarkan Flash Report Rumah123.com, harga rumah bekas selama pada September 2023 tercatat naik 2,5% dibanding September tahun sebelumnya. Sementara sembilan bulan 2023, kenaikan rumah seken mencapai 2,4%.
Sebanyak 11 dari 13 kota mengalami kenaikan harga secara year-on-year di mana kenaikan harga tahunan tercepat terjadi di Medan dengan kenaikan mencapai 8,8%.
Gaji Sulit Mengejar
Publikasi Survei Kegiatan Dunia Usaha beberapa waktu lalu mencatat, perkembangan kenaikan upah selama separuh kedua tahun ini tercatat lebih rendah dibanding semester I lalu maupun dibandingkan semester II-2022.
Indikatornya, nilai Saldo Bersih (SB) upah pada semester II-2023 tercatat sebesar 12,97%, turun drastis dibanding semester sebelumnya yang mencapai 42,11% dan lebih rendah dibanding 13,62% pada semester II-20222.
Perinciannya, sebanyak 84,64% responden menyatakan upah di semester II-2023 tidak berubah. Sementara yang naik sebesar 14,16%, jauh lebih rendah dibanding semester sebelumnya sebesar 43,06%. Sedangkan yang menjawab turun mencapai 1,2% pada semester II, lebih banyak dibanding semester sebelumnya sebesar 0,96%.
Sementara dalam rentang waktu lebih panjang, mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan gaji atau upah di Indonesia selama 2018-2023 mencapai 12,33% yaitu dari rata-rata sebesar Rp2,82 juta menjadi Rp3,17 juta. Pertumbuhan gaji ini menghitung keseluruhan pendapatan baik buruh atau pegawai, maupun pekerja bebas dan pekerja mandiri, di semua sektor perekonomian berdasarkan Sakernas Agustus 2023.
Bila dirata-rata, berarti setiap tahun kenaikan gaji rata-rata di Indonesia hanya 2,5%. Sementara harga rumah baru dan rumah bekas di Indonesia kenaikannya bisa 5%-10% per tahun. Dengan pertumbuhan gaji yang lebih rendah di kala laju kenaikan rumah tetap tinggi, menjadi semakin sulit bagi orang Indonesia membeli rumah.
Di sisi lain, tingkat bunga kredit pemilikan rumah (KPR) di Indonesia juga masih tinggi di mana hal itu mempengaruhi pula affordability atau keterjangkauan pembelian rumah. Kenaikan bunga acuan BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR) pada Agustus 2022 hingga Januari 2023 sebanyak 225 basis poin (bps) sejauh ini masih mempengaruhi kenaikan bunga kredit perbankan.
Berdasarkan asesmen BI terakhir Oktober lalu, bunga kredit baru di perbankan memang mencatat penurunan 27 bps jadi 9,9% pada September lalu. Akan tetapi, rata-rata berjalan tiga bulan untuk suku bunga kredit baru masih naik 12 bps menjadi 10%. Sementara tingkat bunga kredit konsumsi nonproduktif seperti KPR secara konsisten masih berada di atas suku bunga kredit agregat tersebut.
Langkah BI menaikkan BI7DRR bulan lalu menjadi 6% kemungkinan besar juga akan membuat tingkat bunga kredit pembelian rumah semakin sulit turun. Nasabah KPR eksisting bahkan menghadapi risiko kenaikan bunga KPR hingga ke level double digit yang bisa memperberat cicilan KPR.
Insentif Properti
Di ujung tahun ini, pemerintah merilis sejumlah insentif untuk sektor properti dengan perkiraan memakan anggaran senilai Rp3,2 triliun.
Pertama, pemberian Pajak Pertambahan Nilai yang akan ditanggung oleh pemerintah (PPN DTP) selama 14 bulan ke depan untuk rumah di bawah Rp2 miliar. Kebutuhan anggaran untuk kebijakan ini sekitar Rp1,7 triliun.
Kedua, Bantuan Biaya Administrasi (BBA) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah 14 bulan ke depan, juga menaikkan batas harga rumah subsidi yang berhak memperoleh pembebasan PPN jadi Rp350 juta. Kebutuhan anggarannya mencapai Rp1,2 triliun.
Ketiga, menambah target bantuan Rumah Sejahtera Terpadu (RST) sebanyak 1.800 rumah, sebesar Rp20 juta per rumah. Anggaran yang dibutuhkan untuk paket ketiga ini mencapai Rp36,2 miliar.
Berbagai insentif itu diharapkan bisa mendorong sektor properti agar bergairah dan memberi multiplier effect bagi perekonomian. Konsumen diharapkan bisa tergerak membeli rumah memanfaatkan insentif tersebut.
Akan tetapi, dengan tingkat daya beli sejauh ini terindikasi terus tertekan, efektivitas berbagai insentif itu dalam mendorong pembelian rumah menjadi diragukan.
Indikasi daya beli yang lemah salah satunya terekam dalam tingkat inflasi inti Oktober lalu yang terus turun dan kini sudah di bawah 2%, batas bawah target BI, tepatnya di 1,97%.
Survei BI yang dirilis terkait kondisi keuangan masyarakat juga menunjukkan, beban cicilan masyarakat meningkat. Rata-rata proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi (average propensity to consume ratio) pada Oktober, menurun jadi 75,6% dari bulan sebelumnya sebesar 76,3%. Sementara proporsi pendapatan untuk cicilan utang naik jadi 8,8% dan untuk tabungan juga meningkat jadi 15,7%.
Peningkatan alokasi pendapatan yang digunakan untuk membayar cicilan terjadi di hampir semua kelompok pengeluaran mulai Rp1 juta hingga Rp4 juta. Bahkan untuk kelompok pengeluaran Rp2,1 juta-Rp3 juta, kenaikan beban cicilan diikuti juga oleh penurunan pengeluaran untuk konsumsi dan alokasi pendapatan untuk tabungan.
Dengan kata lain, dari 100% pendapatan, alokasi untuk membayar cicilan naik sehingga membuat pengeluaran untuk konsumsi dan tabungan terkikis.
(rui/aji)