Bloomberg Technoz, Jakarta - Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) diperkirakan tetap melonjak dari level saat ini 6% ke kisaran 6,25%-6,5% pada akhir tahun ini, dengan potensi kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada November. Jika berlanjut, suku bunga bisa kembali naik 25 bps pada Desember.
"Perangkat kebijakan moneter lebih bersifat pre-emptive (pencegahan) dibandingkan reaktif, sehingga akan terlambat jika BI menaikkan suku bunga secara reaktif ketika nilai tukar rupiah sudah melemah," ujar Ekonom Bahana Securities Satria Sambijantoro dalam hasil riset yang dikutip pada Kamis (16/11).
BI diperkirakan tetap menaikkan suku bunga, meski inflasi Amerika Serikat (AS) secara umum melambat pada Oktober. Hal ini merupakan tanda kemajuan yang menggembirakan bagi Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) dalam upaya panjang mengendalikan tekanan kenaikan harga.
Menurut data Biro Statistik Tenaga Kerja yang dirilis pada Selasa, Indeks harga konsumen (IHK) inti yang tidak termasuk biaya makanan dan energi, meningkat sebesar 0,2% dibanding September.

Menurut Satria, mengingat perbedaan suku bunga yang besar dan defisit neraca pembayaran Indonesia yang terus berlanjut, sikap The Fed yang tidak terlalu agresif atau hawkish saat ini tak akan mengubah dinamika pasokan dan permintaan valuta asing terhadap rupiah.
Sebelumnya, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps dari level 5,75% ke level 6%. Kebijakan ini ditetapkan untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan BI seven days reverse repo rate (BI7DRR) sebesar 6%, suku bunga deposit facility sebesar 5,25% dan suku bunga lending facility sebesar 6,75%," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur, Kamis (19/10).
Perry menjelaskan, selain memperkuat stabilisasi rupiah, kenaikan suku bunga juga dilakukan sebagai langkah pencegahan di masa mendatang untuk memitigasi dampak terjadinya inflasi barang impor. "Sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3% plus minus 1% pada 2023 dan 2,5% plis minus 1% pada 2024," kata Perry.
Dalam pertemuan dewan rapat kebijakan bank sentral AS atau Federal Open Market Committee (FOMC) pekan lalu, The Fed mengisyaratkan akan memperlambat kenaikan suku bunga. Kendati demikian, Ketua The Fed Jerome Powell secara eksplisit mengatakan bahwa pelonggaran kebijakan tidak akan dilakukan. "Kami tidak berbicara tentang penurunan suku bunga," kata Powell.
Bank sentral berpotensi baru akan menurunkan suku bunga pada Juni tahun depan. Menurut Satria, dengan suku bunga AS yang tetap tinggi pada level 5,5% di masa mendatang, pergerakan negara-negara berkembang akan tetap tertahan.
(lav/roy)