Nyoman mengatakan berdasarkan arahan Pj Gubernur, Pemprov Bali meminta WMP dan Safe The Children sebagai penyelenggara kegiatan launching nyamuk Wolbachia lebih dulu melakukan sosialisasi secara masif kepada masyarakat Bali.
Pemprov Bali juga meminta adany kajian secara ilmiah bersama pakar-pakar untuk memastikan jaminan keamanan dari program tersebut. “Baik terhadap manusia maupun ekosistem Lingkungan,” ujar dia.
Selain itu, pemprov juga ingin memastikan, penyebaran nyamuk Wolbachia merupakan program resmi dari Kementerian Kesehatan, bukan yayasan atau perusahaan swasta.
“Pemprov Bali mengusulkan agar untuk uji coba program ini tidak dilakukan di Bali, karena ada kontroversi penolakan dari sebagian masyarakat Bali maupun wisatawan Mancanegara yg tinggal di Bali,” kata dia.
Epidemiolog, Dicky Budiman mengatakan, metode Wolbachia merupakan inovasi yang sudah dilakukan lebih dari satu dekade lalu, termasuk di Indonesia. Dia mengatakan penggunaan metode ini untuk menanggulangi DBD harus berhati-hati.
"Secara umum sampai saat ini pengetahuan, riset, data belum lengkap. Belum menjadi satu basic science yang kuat bahkan sampai tahun 2020-an ini bagaimana mekanisme pathogen blocking. Ini adalah kelemahan strategi ini, sampai saat ini," ungkap Dicky kepada Bloomberg Technoz.
"Strategi ini juga memiliki potensi dampak, baik terhadap biodiversity lokal, termasuk dampak disrupsi ekologi, termasuk juga risiko-risiko lain," tambahnya.
Dicky juga mengatakan hingga kini masih terjadi perdebatan dalam skala global terkait metode Wolbachia, yang mana mayoritas masuk dalam posisi kontra. Ditambah lagi dengan kondisi dunia yang sedang menghadapi pemanasan global, suhu yang terlalu panas dapat mempengaruhi densitas Wolbachia.
"Sebetulnya efek pemanasan global terlihat dari beberapa riset. Bahwa suhu yang panas ini membuat dampak dari Wolbachia memediasi pathogen blocking ini sebenarnya menurun karena suhu panas, masa inkubasi dari nyamuk menjadi infectious setelah menggigit seseorang yang terinfeksi itu menjadi lebih pendek. Ini yang menjadi tidak terkejar efektifitasnya sama Wolbachia," jelas Dicky.
"Jadi dalam konteks pengendalian penyakit bersumber nyamuk ini yang menjadi ancaman kesehatan global, ada peran-prang yang tidak bisa dipisahkan sehingga sifatnya sangat kompleks. Dari virusnya sendiri, yaitu faktornya nyamuk, manusia, dan lingkungan. Ini semua sangat berpengaruh. Sehingga dalam riset seperti ini, masing-masing faktor harus diperhatikan dampaknya," lanjutnya.
Dicky mengatakan strategi yang paling utama untuk mencegah DBD adalah dengan 3M, yaitu menguras dan menyikat, menutup tempat penampungan air, dan mendaur ulang barang bekas.
"Ini tidak bermaksud mengecilkan riset. Potensinya ada, tapi menurut saya masih agak jauh untuk bisa kita jadikan program yang luas. Saya cenderung jangan banyak-banyak dulu, yang sekali lagi kita harus pastikan bagaimana mekanisme monitoringnya," tambah Dicky.
"Banyak hal yang bisa didiskusikan di sini. Tapi sekali lagi, hati-hati memilih pendekatan yang sifatnya melakukan intervensi pada alam, dan itu sangat berbahaya," tutupnya.
(spt/frg)