Pemerintah AS dalam hal ini juga menghadapi tekanan yang meningkat dari sekutu Arab, yang berpendapat bahwa dukungan pemerintahan AS yang dipimpin Presiden Joe Biden itu telah memberikan lampu hijau kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk melanjutkan serangannya.
Pada saat yang sama, Netanyahu sejauh ini mengabaikan kekhawatiran AS tentang warga AS yang masih disandera di Gaza dan ratusan warga Palestina-Amerika yang belum dapat meninggalkan wilayah tersebut, menurut para sumber yang mengetahui masalah tersebut.
“Jika rencana aksi mereka [Israel] pada dasarnya adalah ‘ada 30.000 anggota Hamas, kami akan membunuh mereka semua dan ya, risikonya akan ada warga terbunuh dan kerusakan, kami minta maaf untuk itu’ — itu menurut saya mengkhawatirkan,” kata Brian Katulis, wakil presiden kebijakan di Middle East Institute di Washington.
“Ini menghasilkan krisis kemanusiaan di dalam Gaza, mengancam warga negara AS yang belum keluar, dan mungkin meningkatkan ketegangan di seluruh kawasan.”
Rumah Sakit Al-Shifa
Meskipun pemerintahan Biden setuju bahwa Israel perlu memberantas Hamas, kekhawatiran muncul karena Israel dinilai tidak cukup melindungi warga sipil yang terjebak di dalamnya. Pada Senin (13/11/2023), Biden menyatakan bahwa RS Al-Shifa "harus dilindungi."
Namun pada Selasa malam tampaknya Israel mengabaikan peringatan tersebut, dengan militer mereka mengatakan"melakukan operasi yang presisi dan tertarget terhadap Hamas" di rumah sakit tersebut.
Titik sensitif lainnya adalah perubahan sikap Netanyahu dari menyatakan Israel tidak ingin menduduki wilayah itu lagi menjadi bersumpah bahwa pasukan Israel akan tetap di sana untuk waktu yang tidak dibatasi.
Pejabat AS menyatakan bahwa mereka telah berulang kali memperingatkan Israel perlu melindungi warga sipil. Ketika AS menanyakan apa yang terjadi ketika Israel menyerang sebuah kamp pengungsi, respons Israel hampir tidak peduli, dengan para pemimpinnya mengatakan tujuan mereka telah tercapai, kata pejabat itu.
Respons Israel disertai dengan tuduhan hipokrisi, dengan para pejabat bersikeras bahwa AS terus tidak memahami trauma yang diakibatkan oleh serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober dan kehancuran yang ditimbulkannya, menurut pejabat AS tersebut.
Pejabat Israel menolak untuk berkomentar tentang percakapan tersebut. Namun, Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen mengatakan kepada wartawan Senin bahwa ada tekanan internasional terhadap Israel.
"Kami merasakan adanya tekanan internasional terhadap Israel," katanya. "Ini tidak kuat, tetapi semakin kuat."
Kini, AS mulai menunjukkan kekesalannya yang selama ini disimpan terhadap Israel secara lebih terbuka. Minggu lalu, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan "terlalu banyak warga Palestina yang terbunuh."
Adapun Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan penggunaan warga sipil sebagai perisai oleh teroris Hamas tidak mengurangi "tanggung jawab Israel untuk bertindak dengan memisahkan antara teroris dan warga sipil."
Biden juga menunjukkan frustrasinya. Pada Senin, dia mengatakan kepada wartawan bahwa dia "tidak segan-segan menyampaikan kekhawatirannya" seputar pertempuran di rumah sakit Gaza.
Kamis pekan lalu, Biden juga mengatakan upaya untuk menerapkan jeda dalam pertempuran ternyata memakan waktu sedikit lebih lama dari yang ia harapkan.
Bagian dari ketidakpuasan AS yang meningkat didorong oleh tekanan dari mitra lainnya, terutama di dunia Arab. Beberapa pemimpin percaya bahwa dukungan Biden terhadap Netanyahu dalam kunjungannya ke Israel bulan lalu telah memberikan lampu hijau untuk serangan yang sekarang terjadi.
"Ada frustrasi yang luar biasa dengan AS dan apa yang banyak dilihat sebagai kurangnya kredibilitas dari pemerintahan Biden," kata Karen Young, peneliti senior di Columbia University’s Center on Global Energy Policy. "Akan memakan waktu lama untuk mengembalikan rasa kepercayaan."
Di tengah kekhawatiran ini, AS masih melanjutkan dukungan finansial dan militer untuk Israel, termasuk dengan menyediakan beberapa senjata yang digunakan Israel dalam pemboman mereka, termasuk peluru artileri 155mm.
“Selama 50 tahun terakhir, perang Israel telah berakhir karena AS turun tangan dan berkata, ‘ini saatnya untuk berhenti,” kata Jon Alterman, wakil presiden senior di CSIS. “Kita tentu saja belum sampai pada titik itu, tapi kita sudah lebih dekat ke titik itu dibandingkan ketika presiden berkunjung ke Yerusalem.”
(bbn)